UMRAH
Termasuk persoalan penting adalah kewajiban para calon jamaah haji
dan ulama untuk meluangkan waktu sebaik-baiknya dengan membekali
pengetahuan hukum-hukum manasik haji, di mana dengan mengesampingkan hal
tersebut akan menimbulkan berbagai problem, sehingga ibadah haji yang
dilaksanakannya menjadi sia-sia atau hanya memperoleh pahala berihram
saja. [Imam Khomaini, Shahîfatun Nûr, juz 18, hal.88]
Hikmah Haji
Seorang murid Imam Ali Zainal Abidin as bernama Asy-Syibli,
setelah selesai melaksanakan ibadah haji, pergi menemuinya untuk
menyampaikan padanya apa-apa yang dialami-nya selama itu. Maka
terjadilah percakapan di antara keduanya.
“Wahai Syibli, bukankah Anda telah selesai mengerjakan ibadah haji?”
“Benar, wahai putra Rasulullah.”
“Apakah Anda telah berhenti di Miqat lalu menanggalkan semua pakaian yang terjahit yang terlarang bagi orang yang sedang mengerjakan haji dan kemudian mandi .…?”
“Ya, benar .…?”
“Adakah Anda ketika berhenti di Miqat juga meneguhkan niat untuk berhenti dan menanggalkan semua pakaian maksiat dan, sebagai gantinya, mengenakan pakaian taat?”
“Tidak .…”
“Dan pada saat menanggalkan semua pakaian yang terlarang itu, adakah Anda menanggalkan diri Anda semua sifat riyâ` (pamer diri), nifâq (sifat munafik) serta segala yang diliputi syubuhât (segala sesuatu yang masih meragukan, halalkah atau haram) ….?”
“Tidak ….”
“Dan ketika mandi dan membersihkan diri sebelum memulai ihram,
adakah Anda berniat mandi dan membersihkan diri dari segala pelanggaran
dan dosa-dosa?”
“Tidak ….”
“Kalau begitu, Anda tidak berhenti di Miqat, tidak me-nanggalkan pakaian yang berjahit dan tidak pula mandi membersihkan diri ….!”
Kemudian Imam as melanjutkan:
“…. Dan ketika mandi dan berihram serta mengucap niat untuk
memasuki ibadah haji, adakah Anda menetapkan niat untuk membersihkan
diri dengan cahaya taubat yang tulus kepada Allah Swt ….?”
“Tidak ….”
“…. Dan pada saat niat berihram, adakah Anda berniat mengharamkan
atas diri Anda segala yang diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla …?”
“Tidak ….”
“…. Dan ketika mulai mengikat diri dalam ibadah haji, adakah Anda,
pada waktu yang sama, telah melepaskan juga segala ikatan selain bagi
Allah?”
“Tidak ….”
“Kalau begitu Anda tidak membersihkan diri, tidak berihram, dan tidak pula mengikat diri dalam ibadah haji ….!”
Kemudian beliau as melanjutkan:
“Bukankah Anda telah memasuki Mîqât, lalu shalat ihram dua rakaat, dan setelah itu mulai menyerukan talbiyah ….?”
“Ya …, benar …”
“Apakah ketika memasuki Miqat, Anda meniatkannya sebagai ziarah menuju keridhaan Allah Swt ….?”
“Tidak …”
“… Dan ketika shalat ihram dua rakaat, adakah Anda berniat
mendekatkan diri, bertaqarrub kepada Allah dengan mengerjakan suatu amal
yang paling utama di antara segala macam amal, yaitu: shalat yang juga
merupakan kebaikan yang utama di antara kebaikan-kebaikan yang
dikerjakan oleh hamba-hamba Allah Swt ……?”
“Tidak ….”
“… Kalau begitu, Anda tidak memasuki Mîqât, tidak beltabiyah, dan tidak shalat ihram dua rakaat!”
Imam Ali Zainal Abidin as bertanya lagi:
“Apakah Anda telah memasuki Masjidil Haram, dan me-mandang Ka’bah, serta shalat di sana …?”
“Ya …, benar …”
“Ketika memasuki Masjidil Haram, adakah Anda berniat mengharamkan
atas diri Anda, segala macam pergunjingan terhadap diri kaum Muslim …?”
“Tidak ….”
“…. Dan ketika sampai di kota Makkah, adakah Anda mengukuhkan niat
untuk menjadikan Allah Swt sebagai satu-satunya tujuan …?”
“Tidak ….”
“.. Kalau begitu, Anda tidak memasuki Masjidil Haram, tidak memandang Ka’bah, dan tidak pula bershalat di sana …!”
Dan beliau as melanjutkan lagi:
“Apakah Anda telah bertawaf mengelilingi Ka’bah Baitullah, dan
telah menyentuh rukun-rukunnya?” (yakni, sudut-sudut bangunan Ka’bah,
termasuk pula sudut diletakkan Hajar Aswad).
“Ya …”
“… Pada saat bertawaf, adakah Anda berniat berjalan dan berlari
(kecil) menuju keridhaan Allah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan
tersembunyi?”
“Tidak …”
“Kalau begitu …, Anda tidak bertawaf mengelilingi Baitullah, dan tidak menyentuh rukun-rukunnya.”
Dan beliau as melanjutkan pertanyaannya:
“… Dan apakah Anda telah berjabatan tangan dengan Hajar Aswad, dan berdiri bershalat di tempat Maqam Ibrahim …?”
“Ya …!”
Mendengar
jawaban itu, Imam Ali Zainal Abidin tiba-tiba berteriak, menangis dan
meratap, dengan suara merawankan hati seperti hendak meninggalkan hidup
ini, seraya berucap:
“Oh, … oh, … Barang siapa berjabatan tangan dengan Hajar Aswad,
seakan-akan ia berjabatan tangan dengan Allah Swt! Oleh karena itu,
ingatlah baik-baik, wahai insani yang merana dan sengsara, janganlah
sekali-kali berbuat sesuatu yang menyebabkan engkau kehilangan
kemuliaan-agung yang telah kaucapai, dan membatalkan kehormatan itu
dengan pem-bangkanganmu terhadap Allah dan mengerjakan yang
diha-ramkan-Nya, sebagaimana dilakukan oleh mereka yang bergelimang
dalam dosa ….!”
Kemudian beliau as berkata lagi:
“Ketika berdiri di Maqam Ibrahim, adakah Anda mengukuhkan niat
untuk tetap berdiri di atas jalan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan
jauh-jauh segala maksiat …?”
“Tidak …”
“… Dan ketika shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, adakah Anda
berniat mengikuti jejak Nabi Ibrahim as dalam shalat beliau, serta
menentang segala bisikan setan?”
“Tidak …”
“Kalau begitu …, Anda tidak berjabatan tangan dengan Hajar Aswad,
tidak berdiri di Maqam Ibrahim, dan tidak pula shalat dua rakaat di
dalamnya …”
Dan beliau as melanjutkan lagi:
“Apakah Anda telah mendatangi dan memandangi sumur zamzam dan minum airnya …?”
“Ya ….”
“Apakah Anda, pada saat memandangnya, berniat me-nujukan pandangan
Anda kepada semua bentuk kepatuhan kepada Allah, serta memejamkan mata
terhadap setiap maksiat kepada-Nya …?”
“Tidak …”
“Kalau begitu …, Anda tidak memandanginya dan tidak pula minum airnya …!”
Selanjutnya beliau as bertanya lagi:
“… Apakah Anda telah mengerjakan Sa’i antara Shafa dan Marwah, dan berjalan pergi-pulang antara kedua bukit itu …?”
“Ya …., benar.”
“Dan pada saat-saat itu, Anda menempatkan diri Anda di antara
harapan akan rahmat Allah dan ketakutan menghadapi azab-Nya …?”
“Tidak …”
“Kalau begitu …, Anda tidak mengerjakan Sa’i, dan tidak berjalan pergi-pulang antara keduanya!”
Lalu beliau as bertanya:
“Anda telah pergi ke Mina …?”
“Ya …”
“Ketika itu, adakah Anda menguatkan niat akan berusaha
sungguh-sungguh agar semua orang selalu merasa aman dari gangguan lidah,
hati, serta tangan Anda sendiri …?”
“Tidak …”
“Kalau begitu, Anda belum pergi ke Mina! Dan …, (apakah) Anda
telah berwukuf di Arafah …? Mendaki Jabal Rahmah, mengunjungi Wadi
Namirah, serta menghadapkan doa-doa kepada Allah Swt di bukit-bukit
As-Sakharât …?”
“Ya …, benar …”
“Ketika berdiri –wukuf di Arafah–, adakah Anda dalam kesempatan
itu, benar-benar menghayati ma’rifat akan kebesaran Allah Swt serta
mendalami pengetahuan tentang hakikat ilmu yang akan menghantarkanmu
kepada-Nya? Dan apakah ketika itu Anda menyadari sepenuhnya, betapa
Allah Yang Maha Mengetahui meliputi segala perbuatan, perasaan, serta
kata-kata hati sanubari Anda …?”
“Tidak …”
“Dan …. Ketika mendaki Jabal Rahmah, adakah Anda sepenuhnya
mendambakan rahmat Allah bagi setiap orang mukmin, serta mengharapkan
bimbingan-Nya atas setiap orang muslim?”
“Tidak …”
“Dan ketika berada di Wadi Namirah, adakah Anda berketetapan hati
untuk tidak memerintahkan sesuatu yang makruf, sebelum Anda
memerintahkannya pada diri Anda sendiri? Dan tidak melarang seseorang
(untuk tidak) melakukan sesuatu (yang keji), sebelum Anda melarang diri
sendiri ….?”
“Tidak …”
“Dan ketika berdiri di bukit-bukit di sana, adakah Anda
menyadarkan diri bahwa tempat itu menjadi saksi atas segala kepatuhan
pada Allah, dan mencatatnya bersama-sama para Malaikat pencatat, atas
perintah Allah, Tuhan sekalian lelangit …?”
“Tidak …”
“Kalau begitu …, Anda tidak berwukuf di Arafah, tidak
mendaki Jabal Rahmah, tidak mengenal Wadi Namirah, dan ti-
dak pula berdoa di tempat-tempat itu …!”
Dan Imam Ali Zainal Abidin as bertanya lagi:
“Apakah Anda telah melewati kedua bukit al-‘Alamain,
dan sebelumnya mengerjakan shalat dua rakaat, dan setelah itu
meneruskan perjalanan ke Muzdalifah; memungut batu-batu kerikil di sana,
kemudian melewati Masy’aril Haram …?”
“Ya …”
“Dan ketika shalat dua rakaat, adakah Anda meniatkannya sebagai
shalat syukur, pada malam menjelang tanggal 10 zulhijah, dengan
mengharapkan tersingkirnya segala kesulitan serta datangnya segala
kemudahan …?”
“Tidak …”
“Dan ketika lewat di antara kedua bukit itu dengan sikap lurus
tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, adakah Anda saat itu meneguhkan
niat untuk tidak bergeser dari agama Islam, agama yang haqq, baik
ke arah kanan atau pun kiri …; tidak dengan hatimu, tidak pula dengan
lidahmu, atau pun dengan semua gerak-gerik anggota tubuhmu yang lain
….?”
“Tidak …”
“… Dan ketika menuju Muzdalifah, dan memungut batu-batu kerikil di
sana, adakah Anda berniat membuang jauh-jauh dari dirimu segala macam
maksiat dan kejahilan terhadap Allah Swt, dan sekaligus menguatkan
hatimu untuk tetap mengejar ilmu dan amal yang diridhai Allah ….?”
“Tidak …”
“Dan ketika melewati Masy’aril Haram, adakah Anda mengisyaratkan
kepada diri Anda sendiri, agar bersyi’ar seperti orang-orang yang penuh
takwa dan takut kepada Allah ‘Azza wa jalla …?”
“Tidak …”
“Kalau begitu …, Anda tidak melewati ‘Alamain,
tidak shalat dua rakaat, tidak berjalan ke Muzdalifah, tidak memungut
batu-batu kerikil di sana, dan tidak pula lewat di Masy’aril Haram …”
Dan beliau as melanjutkan:
“Wahai Syibli, apakah Anda telah mencapai Mina, me-lempar jumrah,
mencukur rambut, menyembelih korban, bershalat di masjid al-Khayf;
kemudian kembali ke Makkah dan mengerjakan thawaf Ifâdhah (thawaf yang
dikerjakan setelah berangkat pulang dari Arafah) ….?”
“Ya …, benar …”
“Ketika sampai di Mina, dan melempar jumrah, adakah Anda
berketetapan hati bahwa Anda kini telah sampai ke tujuan, dan bahwa
Tuhanmu telah memenuhi untukmu segala hajatmu …?”
“Tidak …”
“Dan pada saat melempar jumrah, adakah Anda meniatkan dalam hati,
bahwa dengan itu, Anda melempar musuh bebuyutanmu, yaitu Iblis, serta
memeranginya dengan telah disempurnakannya ibadah hajimu yang amat mulia
itu …?”
“Tidak …”
“Dan pada saat mencukur rambut, adakah Anda berke-tetapan hati,
bahwa dengan itu, Anda telah mencukur dari dirimu segala kenistaan; dan
bahwa Anda telah keluar dari segala dosa seperti ketika baru lahir dari
perut ibumu …?”
“Tidak …”
“Dan ketika shalat di masjid al-Khayf, adakah Anda berniat untuk
tidak memiliki perasaan khauf (takut), kecuali kepada Allah Swt serta
dosa-dosamu sendiri? Dan bahwa Anda tiada mengharapkan sesuatu kecuali
rahmat Allah …?”
“Tidak …”
“Dan pada saat menyembelih hewan korban, adakah Anda berniat
menyembelih urat ketamakan dan kerakusan, dan berpegang pada sifat wara’
(bersikap hati-hati sekali dalam mencari keuntungan, agar tidak
terjerumus dalam perbuatan dosa) yang sesungguhnya? Dan bahwa Anda
mengikuti jejak Nabi Ibrahim as yang rela menyembelih leher putra
kecintaannya, buah hatinya dan penyegar jiwanya …, agar menjadi teladan
bagi manusia sesudahnya …, semata-mata demi mengikuti perintah Allah Swt
…?”
“Tidak …”
“… Dan ketika kembali ke Makkah, dan mengerjakan thawaf Ifâdhah,
adakah Anda meniatkan berifâdhah dari pusat rahmat Allah, kembali kepada
kepatuhan terhadap-Nya, berpegang teguh pada kecintaan kepada-Nya,
menunaikan segala perintah-Nya, serta ber-taqarrub selalu kepada-Nya …?”
“Tidak …”
“Kalau begitu …, Anda tidak mencapai Mina, tidak melempar jumrah,
tidak mencukur rambut, tidak menyembelih korban, tidak mengerjakan
manasik, tidak bershalat di masjid al-Khayf, tidak melakukan tawaf
Ifâdhah, dan tidak pula dekat kepada Tuhanmu …! Kembalilah …, kembalilah
…, sebab Anda sesungguhnya belum menunaikan haji Anda!!”
Mendengar itu Syibli menangis tersedu-sedu, meratapi dan menyesali
segala sesuatu yang telah dilakukannya dalam masa hajinya. Dan semenjak
itu, ia giat memperdalam ilmunya, sehingga pada tahun berikutnya ia
kembali mengerjakan haji dengan ma’rifat (ilmu yang lebih
sempurna) serta keyakinan penuh … [Hidup dan Pikiran Ali Zainal Abidin
cucu Rasulullah saw, ULAMA, SUFI, DAN PEMIMPIN UMAT – Muhammad Baqir,
Mizan, edisi 1986]
Pengantar
Tidak diragukan lagi, bahwa awal tujuan terpenting dari haji dan
manasiknya adalah untuk mempererat hubungan antara hamba dengan Allah
Swt, khudhu’ (merendah hati) kepada-Nya, memperkukuh dan memperdalam
hubungan, keimanan dan keyakinan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, serta
memurnikan keesaan-Nya Yang Mahaagung.
Dengan singkat dan tepat dapat kita katakan, bahwa tujuan terpenting
dari haji adalah melakukan manasiknya: diawali dengan ihram untuk umrah,
tawaf, shalat, sa’i, memotong sebagian rambut kepala. Kemudian
melakukan ihram kedua kali untuk haji, lalu wukuf di padang Arafah,
ifâdhah (turun) ke Muzdalifah, wukuf di Muzdalifah, pergi ke Mina dan
bermalam beberapa malam di Mina, melempar jumrah, menyembelih hewan
korban, mencukur atau memotong (sebagian) rambut kepala, kemudian
dilanjutkan tawaf di Ka’bah Al-Mukarramah, dan diakhiri dengan sa’i
antara Shafa dan Marwah; dan selain amalan-amalan seperti berdoa,
berzikir, mencegah diri dari hal-hal yang diharamkan, demi ridha-Nya,
dan mendekatkan diri ke haribaan-Nya Swt.
Itulah sebaik-baik bentuk upacara ritual keagamaan.
Itulah fenomena ubudiyah yang paling menonjol.
Itulah penghambaan yang khusyuk kepada Allah
Yang Mahaagung dengan segala bentuk yang tinggi dan
metode yang sempurna.
Itulah amalan ibadah haji dengan segala sikap kerendahan hati kepada Allah Ta’ala dengan penuh keimanan.
Ibadah haji adalah ibadah yang mencakup segala unsur yang menampakkan
ubudiyah (penghambaan) kepada-Nya dengan mengesampingkan dunia dan
segala kesenangannya, menjauhkan diri dari hawa nafsu, mengorbankan
harta benda, berzikir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, bertakbir,
memohon pertolongan, berdoa dengan mengharapkan dikabulkannya doa itu,
dan sementara waktu melupakan yang ditinggalkan (harta benda, istri,
anak, sanak keluarga, tanah air dan kerabat) demi Allah dan demi
mentaati perintah-Nya, demi mendekatkan diri kepada-Nya, sebagai
pelaksanaan hukum-hukum serta iradah-Nya, dan sekaligus sebagai
pemenuhan akan panggilan Ilahi yang tiada sekutu bagiNya.
Tidak diragukan, bahwa itulah tatacara ibadah (haji) dalam Islam. Akan
tetapi, apakah tujuan haji hanya sampai di situ, dan hanya terbatas pada
ibadah mahdhah (ritual)? Apakah diwajibkannya haji atas
segenap kaum Muslim yang mampu, laki-laki dan perempuan, tua dan muda,
tanpa memandang ras, warna kulit dan suku bangsa, hanya untuk
melaksanakan perintah dalam hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan mereka
saja tanpa ada tujuan sosial?! Tanpa berkaitan dengan aspek kehidupan
dan urusan-urusan umat manusia?! Adakah sesuatu amalan ibadah dalam
Islam yang kosong dari aspek sosial, seperti pertemuan akbar dalam haji
yang memiliki banyak bagian dan unsur, sehingga kaum Muslim di sana
dapat mengambil berbagai manfaat dan mempersaksikannya demi urusan
dunianya dan agamanya?
Memang beberapa ayat Al-Qur`ân dan As-Sunnah Nabi, serta sirah para
salaf dan ucapan para ulama terdahulu, kesemuanya telah sepakat bahwa
tujuan haji tidak hanya terbatas pada upacara ritual semata (di mana
semua orang hanya menunjukkan kekhusyukan mereka kepada Allah Swt, tenpa
menghiraukan aspek kehidupan sosial). Haji –sama halnya seperti
kewajiban-kewajiban lain dalam Islam, seperti shalat, puasa, zakat,
jihad dan lain sebagainya– tidak hanya meliputi urusan-urusan ta’abbudiyah semata, bahkan mencakup aspek sosial dan politik. Maka yang demikian ini sangat relevan dengan akal sehat dan pemikiran nalar.
Islam adalah agama yang lengkap, yakni suatu agama yang mengatur segala
cara beribadah, berpolitik, berekonomi dan bermasyarakat. Lain dengan
agama-agama seperti Yahudi dan Nasrani yang berlaku sekarang ini.
Jadi jelas, ibadah menurut logika Islam mempunyai cakupan atau wawasan
yang sangat luas, sehingga meliputi berbagai aspek kehidupan dan
kegiatan manusia. Karena itu, ibadah dalam Islam tidak hanya dibatasi
pada syiar-syiar ritual yang layaknya kita kenal, seperti shalat, zakat
dan haji. Ibadah dalam pengertian agama Islam, meliputi segala amal
perbuatan yang membuahkan hasil dan berdampak positif bagi kehidupan
umat manusia guna mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan mereka yang
diridhai oleh Allah Swt. Sebagaimana sabda Nabi Mulia saw kepada
sahabatnya, Abu Dzar:
إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ لاَ تَأْكُلَ وَلاَ تَشْرَبَ إِلاَّ للهِ فَافْعَلْ
inis tatha’ta an lâ ta`kula wa lâ tasyraba illa lillâhi faf`al.
Jika Anda mampu, Anda jangan makan dan minum, kecuali niatkanlah karena Allah, maka lakukanlah.
Untuk itu, marilah memperlakukan haji tidak hanya sebagai upacara ibadah mahdhah
(ritual) seperti yang dipahami kebanyakan orang, akan tetapi mereka
juga memandang haji sebagai muktamar politik dunia, pertemuan masyarakat
tahunan yang dihadiri umat Muslim dari seluruh penjuru dunia, untuk
ber-ta`âruf (berkenalan), mempererat hubungan persaudaraan
antarsesama Muslim, untuk saling tukar pikiran, untuk memecahkan
persoalan-persoalan mereka yang berkaitan dengan aspek politik, sosial
dan ekonomi, di dalam udara yang aman, bersih dan penuh kecintaan kepada
Baytullâh Al-Harâm.
Demikianlah, semoga dengan pembahasan ringkas ini para pembaca budiman
dapat memahami dan menyadari akan makna dan pentingnya ibadah haji. Dan
semoga Allah Swt senantiasa menunjuki kepada kita jalan yang benar, dan
mudah-mudahan ibadah haji kita diterima oleh Allah Ta’ala sebagai haji
yang mabrûr. Amin. Sabda Rasulullah saw:
حِجَّةٌ مَبْرُوْرَةٌ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا وَحِجَّةٌ مَبْرُوْرَةٌ لَيْسَ لَهَا جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.
hijjatun mabrûratun khayrun minad dunya wa ma fîha wa hijjatun mabrûratun laysa laha jazâ`un illal jannatu.
Haji
mabrur (yakni yang baik dan diterima oleh Allah Swt) lebih utama
daripada dunia dan segala isinya. Dan haji mabrur, tidak ada balasannya
kecuali (langsung) masuk surga.
Wasiat tentang Ka’bah
Imam ‘Ali (bin Abi Thâlib) as, sebelum memejamkan kedua matanya untuk
selamanya, sempat menyampaikan wasiat yang sangat penting kepada kedua
putranya, Al-Hasan dan Al-Husain as, dan bagi segenap kaum Muslim, serta
menekankan dengan penuh perhatian masalah ibadah haji. Dalam wasiat
itu, beliau mengatakan:
اللهَ اللهَ فِيْ بَيْتِ رَبِّكُمْ، لاَ تُخَلُّوْهُ مَا بَقَيْتُمْ، فَإِنَّهُ اِنْ تُرِكَ لَمْ تُنَاظَرُوْا
allâh allâha fî bayti rabbikum, lâ tukhallûhu mâ baqaytum, fa innahu in turika lam tunâdharû.
Ingat
dan waspadalah terhadap Rumah Tuhanmu (Ka’bah), jangan engkau abaikan
ia selagi hayatmu masih di kandung badan, dan jika ditinggalkan dan
diabaikan, maka Allah dan manusia (yang beriman) tidak akan memandangmu
dengan pandangan kemuliaan.”
Maksudnya, hati-hatilah jika kalian hendak mengabaikan atau
meninggalkan ibadah haji (selagi mampu); apabila kalian lakukan yang
demikian itu, maka Allah dan manusia (yang beriman) tidak akan melihat
kalian dengan pandangan kemuliaan, pandangan penghargaan, pandangan
rahmat, serta hilanglah kekuatan dan sirnalah kewibawaanmu.
Apakah gerangan makna haji dalam pandangan Imam ‘Ali as, dan juga peran
apa yang dilakukan Ka’bah Al-Mukarramah ketika manusia berkumpul di
sekitarnya? Dan adakah kemaslahatan dan manfaatnya bagi kehidupan umat
Islam, sehingga sampai-sampai beliau menekankan dan memperhatikan hal
itu sedemikian? Apabila wasiat yang disampaikan oleh insan uswatun hasanah
(setelah Rasûlullâh saw.), insan yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan Allah serta Rasul-Nya pun mencintainya pula, kendati demikian
beliau masih memikirkan nasib umatnya, nasib Ka’bah Al-Mukarramah dan
nasib Baytullâh yang suci lagi disucikan di masa mendatang. Dipahami,
maka tahulah kita bahwa pelaksanaan ibadah haji itu berkaitan dengan
beberapa aspek dalam kehidupan kaum Muslim, yaitu aspek politik, sosial
dan
internasional, di samping pelaksanaan manasiknya.
Di dalam risalah lain dari kitabnya, Nahjul Balâghah, beliau mengatakan:
فَرَضَ اللهُ الْحَجَّ تَقْوِيَةَ لِلدِّيْنِ
faradhallâhul hajja taqwiyata liddîn(i)
Allah telah mewajibkan ibadah haji demi kukuhnya agama.
Memang benar dan tepat pemberian sifat seperti itu. Maksudnya adalah
agar pelaksanaan ibadah haji memberikan makna dan pengaruh yang luas dan
langsung terhadap aspek politik, sosial, pendidikan serta moral.
Haji, dengan gerakan dan wawasannya yang luas beserta segala seginya,
menggambarkan keteguhan dan keuletan Islam yang dapat menyirnakan setiap
imperialis, dan yang akan mematahkan seluruh rencana dan
konspirasi-konspirasi mereka. Dan Ka’bah Al-Mukarramah, yang dalam
setahun sekali umat (Islam) berziarah dan berkumpul di sekitarnya,
merupakan kubu atau benteng perlawanan Islam yang kokoh. Tempat manakah
dan tempat suci mana lagi yang lebih patut untuk unjuk rasa keimanan
semacam itu selain Ka’bah, yang merupakan tempat suci dan aman bagi
umat? itulah tempat suci yang ideal untuk meniadakan seluruh sistem
penindasan, tirani, perbudakan, kemiskinan dan kedurjanaan.
Nas-nas Anjuran Haji
Firman Allah Swt:
وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً، وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ
wa lillâhi ‘alan nâsi hijjul bayti manis tathâ’a ilayhi sabîlâ (n), wa man kafara fa innallâha ghaniyyun ‘anil ‘âlamîn(a).
Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullâh. Dan barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak
memerlukan sesuatu) atas semesta alam. [QS Al-‘Imrân (3) :97]
وَأَذِّنْ فِيْ النَّاسِ بِالْحِجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ
wa adzdzin fin nâsi bil hajji ya`tûka rijâlan wa ‘alâ kulli dhâ-mirin ya`tîna min kulli fajjin ‘amîq(i).
Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus,
yang datang dari segenap penjuru yang jauh. [QS Hajj(22): 27]
Sabda Rasûlullâh saw:
مَنْ خَرَجَ حَاجًا اَوْ مُعْتَمِرًا اَوْ غَازِيًا، ثُمَّ مَاتَ فِي طَرِيْقِهِ، كَتَبَ اللهُ لَهُ أَجْرَ الْغَازِي وَالْحَاجِّ وَالْمُعْتَمِرِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Barangsiapa
bepergian dengan maksud mengerjakan ibadah haji atau umrah atau
berperang (di jalan Allah), kemudian ia mati dalam perjalanannya itu,
maka Allah telah menetapkan baginya pahala orang yang telah selesai
mengerjakan haji, umrah dan orang yang berperang (di jalan Allah) sampai
hari kiamat. [Kanzul ‘Ummâl yang meriwayatkan dari Abû Hurairah]
Sabda beliau saw lagi:
اَلْحَاجُّ
فِي ضِمَانِ اللهِ مُقْبِلاً وَمُدْبِرًا، فَإِنْ أَصَابَهُ فِي سَفَرِهِ
تَعَبٌ أَوْ نَصَبٌ غَفَرَ اللهُ لَهُ بِذَالِكَ سَيِّئَآتِهِ، وَكَانَ
لَهُ بِكُلِّ قَدَمٍ يَرْفَعُهُ أَلْفَ أَلْفَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ،
وَبِكُلِّ قَطْرَةٍ تُصِيْبُهُ مِنْ مَطَرٍ أَجْرَ شَهِيْدٍ.
Orang
yang akan dan telah melakukan ibadah haji berada dalam jaminan Allah,
maka jika ia tertimpa kepenatan dan keletihan dalam perjalanannya, Allah
mengampuni dosa-dosanya, dan setiap derap langkah kakinya diangkat
derajatnya oleh Allah Swt beribu-ribu kali di surga kelak, dan setiap
tetesan air hujan yang menimpanya, baginya pahala orang yang mati
syahid. [Kanzul ‘Ummâl, Ad-Daylamî dari Abû Umâmah]
Sabda Rasûlullâh saw tentang Ka’bah Al-Mukarramah:
هذَا الْبَيْت دِعَامَةُ اْلإِسْلاَمِ
Rumah )Ka’bah( ini adalah penopang agama Islam.
[Jâmi’ul Ushûl, juz 2, hal.3]
Sabda beliau saw:
مَنْ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنَ الْحَجِّ حَاجَةً ظَاهِرَةً أَوْ سُلْطَانَ جَائِرٍ أَوْ مَرَضَ حَابِسٍ، فَمَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُوْدِيًا وَإِنْ شَاءَ نَصْرَانِيًّا.
Barangsiapa
tidak teralang untuk menunaikan ibadah haji, tidak teralang oleh
keperluan yang jelas atau pemerintahan yang lalim atau oleh sesuatu
penyakit, kemudian ia menemui ajalnya, sedangkan ia belum mengerjakan
ibadah haji, silakan ia memilih antara mati sebagai seorang Yahudi atau
sebagai seorang Nasrani. [Kanzul ‘Ummâl, Ad-Dârimî dari Abû Umâmah]
Sabda beliau saw lagi:
Berhajilah
kamu selama berkesempatan untuk haji, sebab nanti ketika orang-orang
Badawi yang tinggal di lembah-lembah menguasai dan mengalangi, maka
tidak seorang pun akan dapat menunaikan ibadah haji. [Kanzul ‘Ummâl, Al-Bayhaqî dari Abû Hurairah]
Imam Ja’far bin Muhammad Ash-Shâdiq as bersabda:
إِذَا تَرَكَتْ أُمَّتِي هذَا الْبَيْتِ أَنْ تَؤُمَّهُ لَمْ تُنَاظَرْ.
Jika
umatku tidak menjadikan Rumah ini (Ka’bah Al-Mukarramah) sebagai imam
atau panutan, maka Allah tidak akan memandang mereka dengan pandangan
kemuliaan. [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.22]
عَلَيْكُمْ
بِحَجِّ هذَا الْبَيْتِ فَادْمِنُوْهُ، فَإِنْ إِدْمَانَكُمُ الْحَجّ
دَفْعَ مَكَارِه الدُّنْيَا عَنْكُمْ وَأَهْوَالَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Tunaikanlah
ibadah haji di Rumah Tuhanmu ini (Ka’bah Al-Mukarramah), biasakanlah
malakukan haji, dan jika kamu selalu melakukan haji, maka hal itu dapat
menolak sesuatu kejadian di dunia yang tidak disukai, serta menolak
perkara yang menakutkan di hari kiamat nanti. [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.14]
لَوْ
عَطَلَ النَّاسُ الْحَجَّ لَوَجَبَ عَلَى اْلإِمَامِ أَنْ يُجْبِرَهُمْ
عَلَى الْحَجِّ، إِنْ شَاؤُوْ وَإِنْ أَبَوْا، لأَنَّ هذَا الْبَيْتَ
إِنَّمَا وُضِعَ لِلْحَجِّ.
Kalau
orang-orang mengabaikan haji (selagi mampu), wajib bagi pemimpin
(Muslim yang bijak) agar memaksa mereka menunaikan haji, kendati mau
merima atau tidak, karena sesungguhnya Rumah Allah ini didirikan hanya
untuk haji. [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.18, dikutip dari kitab ‘Ilal asy-Syarâ`i’i, karya Ash-Shadûq]
Dalam riwayat yang lain: “Kendati mereka tidak memiliki cukup biaya, maka dapat diambilkan dari baytulmâl kaum Muslim.” [Lihat Wasâ`ilusy Syî’ah, Kitab al-Hajj]
أَمَا إِنَّ النَّاسَ لَوْ تَرَكُوْا حَجَّ هذَا الْبَيْتِ لَنَزَلَ بِهِمُ الْعَذَابَ وَمَانُوْظِرُوْا.
Kalau
manusia meninggalkan haji di Rumah Allah ini, niscaya Allah Swt. akan
menimpakan azab atas mereka, dan Allah serta manusia (beriman) tidak
akan memandang mereka dengan pandangan kemuliaan. [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.19]
لاَيَزَالُ الدِّيْنُ قَائِمًا مَا قَامَتِ الْكَعْبَةُ
Selagi agama Islam (masih) berdiri tegak, Ka’bah pun tetap tegak dan kukuh. [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.57, dikutip dari kitab ‘Ilal asy-Syarâ`i’i, karya Ash-Shadûq]
Imam Jafar Shâdiq as, ketika menjawab pertanyaan tentang haji dan
falsafahnya yang di dalamnya terkandung berbagai aspek dan persoalan,
bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan makhluk bukan
karena sebab, melainkan apabila Dia menghendaki, maka dijadikan dan
diciptakan-Nya mereka hingga batas waktu tertentu, dan Dia memerintah
dan melarang mereka, suatu perintah ketaatan dalam agama, demi
kepentingan dan urusan dunia mereka, kemudian dijadikan-Nya haji sebagai
basis pertemuan umat dari timur dan barat untuk saling mengenal
sesamanya... Melakukan sunah-sunah Rasul saw dan memahami hadis-hadis
Nabi saw (untuk) diingat dan bukan dilupakan. Kalau setiap kaum hanya
mengandalkan pada negerinya, maka binasalah mereka dan runtuhlah negeri
itu, merugi, dan tertutup dari berbagai berita luar, sehingga tidak
dapat mengetahui perkembangan luar. Oleh karena itulah sebabnya haji.” [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.33, dikutip dari kitab ‘Ilal asy-Syarâ`i’i, karya Ash-Shadûq]
Imam ‘Ali bin Mûsa Ar-Ridhâ as, ketika ditanya tentang sebab-sebab
diletakkannya Ka’bah yang dimuliakan di tengah-tengah poros dunia,
berkata: “Itulah awal mula diletakkannya sebidang tanah di permukaan
bumi, yang hal itu merupakan porosnya bumi, dan difardhukannya bagi
penghuni timur dan barat sama.”1 [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.58, dikutip dari kitab ‘Ilal asy-Syarâ`i’i, karya Ash-Shadûq]
Sabda beliau as lagi tentang sebab haji dan berbagai man-faatnya:
“Dengan demikian agar seluruh makhluk dapat mengenyam berbagai
manfaatnya ... Manfaat bagi penghuni yang tinggal di belahan bumi bagian
timur dan barat, penghuni di daratan maupun di lautan, dan yang haji
ataupun yang tidak haji dapat memperdalam pengetahuan, menukil
berita-berita dari para pemimpin dari setiap utusan daerah, sebagaimana
firman Allah: ‘Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah
kembali (ke negeri mereka), dan supaya mereka mempersaksikan berbagai
manfaat bagi mereka.’” [Bihârul Anwâr, juz 99, hal.32, dikutip dari kitab ‘Ilal asy-Syarâ`i’i, karya Ash-Shadûq]
عَنْ
أَبِيْ عَبْدِ اللهِ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: حَجُّوْا
وَاعْتَمِرُوْا تَصِحُّ أَجْسَامُكُمْ وَتَتَّسِعُ أَرْزَاقُكُمْ،
وَيَصْلُحُ إِيْمَانُكُمْ، وَتَكْفُوْنَ مَؤُنَةَ النَّاسِ وَمَؤُنَةَ
عِيَالاَتِكُمْ.
Berkata Abu Abdillah Ash-Shadiq as:
“Berhajilah dan berumrahlah, tentu akan menyehatkan tubuhmu, meluaskan
rejekimu, memperbaiki imanmu, dan mencukupi kebutuhan hidupnya serta
keluarganya.” [Tsawâbul A’mâl, karya Syaikh Ash-Shadûq]
Itulah sebagian kecil nas himbauan haji yang dikemukakan di sini.
Masih banyak nas-nas yang membuktikan dengan jelas dan gamblang bahwa
haji tidak dapat dipisahkan dari dimensi politik dan sosial, di samping
dimensi ibadah. Kalau begitu, apa arti makna ketergantungan tegaknya
agama, keagungan dan kemuliaan umat di mata internasional pada tegaknya
Ka’bah Al-Mukarramah dan kesinambungan pelaksa-naan ibadah haji
kepadanya? Mengapa seorang hakim atau penguasa Muslim wajib memaksa
rakyatnya yang enggan atau mengabaikan menunaikan haji, dan mengapa
wajib dikeluarkan biaya dari baytulmâl Muslim guna membiayai
mereka yang tidak mampu, sehingga haji tetap berlangsung? Bagaimana pula
Ka’bah dapat dikatakan sebagai tiang agama Islam, apabila ia tidak
memiliki bukti kongkret sebagai kancah politik?
Bukankah itu suatu himbauan dan dorongan tegas untuk menegakkan
pertemuan universal tahunan bagi setiap ras, bangsa, warna kulit dan
delegasi dari seluruh lapisan masyarakat dunia, dan bukankah di situlah
terdapat sebaik-baik sarana untuk mewujudkan tujuan duniawi politik,
sosial dan ekonomi, di samping tujuan spiritual?
Kalau urusan haji dibatasi hanya pada masalah ubudiyah
semata-mata, maka hal itu ada kalanya termasuk amalan yang dianjurkan
atau sunah, dan yang demikian itu tentu akan diperintahkan oleh-Nya
untuk individu, bukan untuk kolektif.
Jadi jelas, haji memiliki berbagai dimensi yang lain, selain
dimensi spiritual dan peribadatan yang merupakan pokoknya, dan merupakan
aspek yang lebih menonjol daripada dimensi-dimensi lainnya.
Perhatian:
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para calon haji sebelum
memulai perjalanannya menuju Al-Haramain dan sekitarnya untuk menunaikan
ibadah haji. Yaitu, niatkanlah hanya untuk Allah semata, tidak untuk
mencari nama (sum’ah) maupun agar dipuji orang (riyâ`),
dan jangan pula dibauri dengan urusan-urusan duniawiah, di samping hanya
untuk melaksanakan perintah-perintah Allah, mendekatkan diri
kepada-Nya, memperoleh pahala, dan menyelamatkan diri dari siksa-Nya.
Wajiblah atas setiap calon haji membersihkan harta yang akan
digunakannya untuk haji, dari segala suatu yang syubhat apalagi yang
haram, agar hajinya diterima Allah Swt.
Dan sebaiknya ia melepaskan segala kesibukannya dalam perdagangan
maupun pekerjaan lainnya yang dapat merisaukan atau membuyarkan
konsentrasinya. Hal ini amat penting, agar tekad dan perhatiannya hanya
tertuju kepada Allah Swt, dan hatinya menjadi tenang dan berpaling
sepenuhnya kepada dzikrullâh serta pengagungan syiar-syiar-Nya. Telah dirawikan melalui jalur Ahlul Bayt as:
أَنَّ
النَّبِيَّ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ) قَالَ: إِذَا كَانَ آخِرُ
الزَّمَانِ خَرَجَ النَّاسُ إِلَى الْحَجِّ أَرْبَعَةَ أَصْنَافٍ:
سَلاَطِيْنُهُمْ لِلنُّزْهَةِ، وَأَغْنِيَاءُهُمْ لِلتِّجَارَةِ،
وَفُقَرَاءُهُمْ لِلْمَسْأَلَةِ، وَقُرَّاؤُهُمْ لِلسُّمْعَةِ.
Nabi saw bersabda: “Pada
akhir zaman kelak, manusia yang pergi haji terdiri atas empat kelompok:
para penguasa negeri pergi haji untuk berpariwisata; para hartawan
untuk berdagang; para fakir-miskin untuk meminta-minta; dan para ulama
(atau ilmuwan) untuk memperoleh nama dan pujian.”
Nabi saw bersabda: “Apabila
seorang keluar dari rumahnya dengan niat berhaji, dengan biaya yang
halal, lalu meletakkan kakinya di (tali pelana) kendaraannya, sambil
berseru: ‘Labbayka Allâhumma labbayk (Ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu); maka akan ada penyeru dari langit yang berseru, Labbayka wa sa’dayka (yakni, ‘semoga Allah menerima kedatanganmu untuk berhaji’); bekalmu
halal, kendaraanmu halal, dan hajimu mabrur, tak bercampur dengan dosa’
Akan tetapi, apabila ia keluar untuk berhaji dengan biaya yang haram,
lalu meletakkan kakinya di (tali pelana) kendaraannya, dan mulai
menyerukan: ‘Labbayka Allâhumma labbayk(a); maka akan ada penyeru
dari langit yang berseru, Lâ labbayka wa lâ sa’dayka (yakni, ‘Allah
takkan menerima kedatanganmu’); ‘bekalmu haram, biayamu haram, dan
hajimu hanya akan mendatangkan dosa, bukan ganjaran pahala’”
Di samping itu semua, calon haji harus berpenampilan rapi, berperilaku
baik, ucapannya baik, merendahkan diri, dan khusyuk.
Telah bersabda Rasulullah saw: "Barangsiapa
berhaji ke Rumah Allah (Ka’bah), lalu ia tidak mengucapkan kata-kata
kotor dan tidak pula melakukan perbuatan keji, maka ia terlepas dari
dosa-dosanya (sehingga menjadi suci bersih) seperti ketika baru
dilahirkan oleh ibunya. [Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah]
Ya Allah, berikan kepadaku kesempatan untuk haji dan umrah, dan
berziarah ke makam Rasul-Mu saw dan keluarga Rasul-Mu as selama-lamanya,
selama Engkau memberikan kehidupan kepadaku pada tahun ini dan setiap
tahun, jadikanlah semuanya ibadah yang Engkau terima, Kausyukuri,
Kausebut-sebut di sisi-Mu dan Kausimpan di hadirat-Mu.
Ya Allah, gerakkan lidahku untuk memuji-Mu, mensyu-kuri-Mu, berzikir
kepada-Mu, menyampaikan sanjungan baik kepada-Mu, dan bukakan hatiku
untuk menerima petunjuk agama-Mu. Amîn yâ rabbal ‘âlamîn.
Syarat-Syarat Wajib Haji
Ibadah haji akan menjadi wajib dan sah apabila si pelakunya memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Baligh.
Tidak wajib haji bagi seseorang yang belum berusia baligh. Kalau
seorang anak yang belum menginjak usia dewasa berhaji, maka hajinya
dianggap sunah walaupun tidak menggugurkan kewajibannya untuk berhaji
lagi di masa mendatang, jika telah mencapai usia baligh dan memiliki
kemampuan untuk itu.
2. Berakal.
Tidak wajib haji bagi orang yang sakit ingatan. Maka tidak sah hajinya meskipun syarat-syarat yang lain terpenuhi.
3. Istithâ’ah (Mampu).
Istithâ’ah atau kemampuan yang merupakan salah satu syarat wajib haji meliputi beberapa hal, sebagai berikut:
a) Kemampuan fisik untuk perjalanan menuju Al-Haramain dan mengerjakan kewajiban-kewajiban haji.
b) Perjalanan yang aman ketika pergi dan pulang, terhadap jiwa dan harta seseorang.
c) Memiliki
cukup harta untuk perbekalan selama dalam perjalanannya, seperti
makanan dan kendaraan untuk calon haji. Juga perbekalan untuk
keluarganya yang ditinggalkan, sampai kembali lagi kepada mereka;
termasuk sandang, pangan dan papan yang memadai.
d) Memiliki waktu yang cukup sejak persiapan keberangkatan sampai akhir pelaksanaan manasik hajinya.
Macam-Macam Haji
1. Haji Tamattu’
2. Haji Qirân
3. Haji Ifrâd
Haji tamattu’ adalah rangkaian ibadah haji yang diwajibkan bagi
jamaah haji di mana tempat tinggalnya di luar batas kota Makkah. Adapun
haji qirân dan haji ifrâd diwajibkan bagi jamaah haji yang tinggal di
dalam kawasan kota Makkah. Sedangkan batas wilayah Makkah 48 mil dari
bangunan Ka’bah ke seluruh penjuru.
Ketahuilah bahwa haji tamattu’ merupakan rangkaian ibadah haji
yang terdiri dari umrah dan haji. Secara ringkas bentuk pelaksanaan
umrah tamattu’: diawali dengan berihram di bulan-bulan haji (Syawal,
Zulkaidah, dan Zulhijah) di salah satu miqat yang telah ditentukan;
kemudian pergi menuju Makkah Al-Mukarramah untuk melakukan thawaf
(mengelilingi) sekitar Ka’bah (tujuh kali); shalat dua rakaat di dekat
maqam Ibrahim as; lalu sa’i antara shafa dan marwah (tujuh jali); dan di
akhiri taqshîr (memotong sebagian rambut). Maka usailah sudah
pelaksanaan umrah tamattu’, sehingga dihalalkan segala apa yang semula
diharamkan selama berihram.
Dan adapun bentuk ringkas pelaksanaan haji tamattu’ adalah berihram di
Makkah Al-Mukarramah; bertolak ke Arafah; wukuf di padang Arafah, dari
zawal matahari hingga terbenam matahari; bertolak ke Masy’aril Haram,
lalu bermalam di Masy’aril Haram; dan esoknya, 10 zulhijah setelah
terbit fajar (subuh) wukuf di Masy’aril Haram hingga terbit matahari;
kemudian beranjak ke Mina untuk melakukan beberapa amalan dan melempar
jumrah aqabah; memotong hewan korban; dan halaq (mencukur semua rambut kepala) bagi jamaah haji pertama kali, dan taqshîr atau halaq
bagi jamaah haji kedua kali atau lebih. Bagi jamaah haji wanita
melakukan taqshîr; lalu, jika dikehendaki, pada hari itu bertolak ke
Makkah untuk melakukan tawaf haji; shalat dua rakaat; sa’i; tawaf nisâ`;
shalat dua rakaat; kemudian kembali ke Mina untuk melempar beberapa
jumrah; bermalam di Mina pada malam-malam tasyrîq, yaitu: malam 11, 12,
dan 13 zulhijah; Dan bermalam pada malam 13 yaitu hanya dilakukan pada
beberapa hal, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti; pada hari-hari
itu melempar ketiga jumrah; kemudian kembali ke Makkah untuk
melaksanakan kedua thawaf dan sa’i.
Tempat-Tempat Miqat
Beberapa tempat miqat yang dikenal dan ditetapkan untuk berihram
bagi calon jamaah haji yang datang dari luar kota Makkah ataupun dalam
kota Makkah.
1. Dzul Hulayfah (Bi`ru ‘Ali;
kira-kira 437 km dari Makkah), adalah miqat bagi penduduk Madinah atau
jamaah haji yang akan pergi menuju Makkah melewati kota Madinah. Dan
afdhalnya berihram di masjid Syajarah yang ada di daerah tersebut.
2. Wâdil ‘Aqîq (Dzâtu ‘Irqin,
kira-kira 98 km dari Makkah), adalah miqat bagi penduduk Nejed, Irak
dan jamaah haji yg akan pergi menuju Makkah melewati miqat tersebut.
3. Al-Juhfah
(kira-kira 204 km dari Makkah), adalah miqat bagi penduduk Syam, Mesir,
Maroko dan jamaah haji yang akan pergi menuju Makkah melewati miqat
tersebut.
4. Yalamlam
(kira-kira 94 km dari Makkah), adalah miqat bagi penduduk Yaman dan
jamaah haji yang akan pergi menuju Makkah melewati miqat tersebut.
5. Qarnul Manâzil
(sebuah bukit, kira-kira 94 km sebelah timur Makkah), adalah miqat bagi
penduduk Thaif dan jamaah haji yang akan pergi menuju Makkah melewati
miqat tersebut.
6. Makkah,
adalah miqat bagi jamaah haji yang akan me-nunaikan haji tamattu’; atau
penduduk kota Makkah yang akan melaksanakan haji ifrâd atau qîrân.
7. Al-Ja’ranah, al-Tan’îm, dan al-Hudaibiah
(16 km dari Makkah), adalah miqat bagi jamaah haji atau umrah yang
sudah berada di Makkah, tetapi ingin melakukan umrah sunnah lagi
setelahnya dari kota Makkah itu sendiri.
8. Selain
dari miqat-miqat tersebut di atas, juga dapat disejajarkan dengan
jamaah haji atau umrah yang rute perjalanannya langsung ke Makkah
melintasi jalan udara, maka di atas pesawat dia bisa berniat ihram
(yaitu, dalam keadaan dirinya sudah berpakaian ihram membaca
talbiyah-wajib) di “tempat” yang berpadanan dengan Qarnul Manâzil. Atau
jamaah haji atau umrah yang turun di Airport Jeddah dan langsung akan
menuju Makkah, maka ihramnya dari salah satu miqat di atas apabila dia
melewatinya, atau ihram di tempat yang berpadanan dengan salah satu
tempat miqat di atas. Ihram (yakni membaca talbiyah-wajib) dari miqat
adalah wajib. Dan tidak boleh berihram dari tempat sebelum miqat kecuali
apabila dia bernazar sebelumnya ingin berihram dari tempat itu.
Larangan Selama Berihram
Tidak dibolehkan bagi calon haji melakukan salah satu dari 24
macam perbuatan selama ia berihram. Empat larangan di antaranya khusus
untuk laki-laki, dan dua macam larangan untuk wanita. Sedangkan 18 macam
larangan lainnya untuk jamaah haji laki-laki dan wanita. Berikut ini 18
macam larangan, yaitu:
1. Berburu binatang darat.
2. Bersetubuh dengan istri, dan semua pekerjaan yang membangkitkan syahwat (mencium istri, meraba dan bermain-main dengannya).
3. Melaksanakan akad nikah. Dan juga sebagai saksi pe-laksanaannya.
4. Onani (masturbasi).
5. Memakai wewangian.
6. Bercelak.
7. Bercermin.
8. Al-Fusûq: Berkata-kata tidak senonoh (berdusta, mencela, mencaci, dan mengumpat).
9. Berjidal:
Berdebat, yakni berbantah-bantahan hingga me-lontarkan kata-kata: “Lâ
wallâhi.” (Tidak, demi Allah), dan: “Balâ, wallâhi.” (Ya, demi Allah).
10. Membunuh kutu badan.
11. Memakai cincin untuk berhias.
12. Memolesi badan dengan sesuatu yang berminyak (cream nivea dan sejenisnya).
13. Menghilangkan rambut dari badan.
14. Mengeluarkan darah dari badan.
15. Memotong kuku.
16. Mencabut gigi (geraham).
17. Mencabut tetumbuhan yang tumbuh di kawasan Al-Haram (48 mil dari Ka’bah ke segala penjurunya).
18. Membawa senjata (pisau, pedang, pistol, atau sejenisnya).
Empat Larangan Bagi Laki-Laki
1. Mengenakan pakaian berjahit.
2. Mengenakan sesuatu yang menutupi punggung kaki.
3. Menutup kepala dengan kopiah, topi, atau sejenisnya.
4. Memberi perlindungan kepala dengan sesuatu.
Dua Larangan Bagi Wanita
1. Berhias dengan segala jenisnya.
2. Menutup
wajah dengan niqâb dan burqu’ (kain yang menyatu dengan jilbab dan
dikenakan pada sebagian wanita Muslim sebagai keyakinannya)
BAGIAN PERTAMA
UMRAH TAMATTU’
Diwajibkan bagi para calon jamaah haji yang datang dari luar kota
Makkah Al-Mukarramah (16 farsakh), sebelum melaksanakan manasik haji
yang lain hendaklah melakukan beberapa amalan umrah tamattu’, yaitu:
1. Ihram
2. Thawaf
3. Shalat thawaf
4. Sa’i
5. Taqshîr
Waktu Melaksanakan Umrah
Bagi yang hendak melaksanakan umrah tamattu’ adalah antara awal bulan
syawal sampai dengan waktu zuhur tanggal 9 zulhijah. Jika sudah sampai
pada waktu itu, maka berakhir pula waktu untuk menunaikan umrah
tamattu’, dan beralih ke amalan wajib yang lain, yaitu haji tamattu’.
Tempat Amalan Umrah Tamattu’
1. Ihram: Mengenakan ihram di salah satu miqat haji.
2. Thawaf: Mengitari Ka’bah tujuh kali di Masjidil Haram.
3. Shalat Thawaf: Shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim as di Masjidil Haram.
4. Sa’i: Berlari kecil antara Shafa dan Marwah tujuh kali.
5. Taqshîr: Tempatnya tidak terbatas.
Niat Umrah Tamattu’:
أَعْتَمِرُ لِعُمْرَةِ التَّمَتُّعِ (لِحَجِّ التَّمَتُّعِ) قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى
a’tamiru li ‘umratit tamattu’i (li hajjit tamattu’i) qurbatan ilallâhi ta’âla.
Saya akan umrah tamattu’ (sebelum menunaikan haji tamattu’) dengan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
1. IHRAM
Bagi jamaah haji yang akan menziarahi makam Rasul Mulia saw dan
para Imam Ahlulbait as di pemakaman Baqi’ di Madinah Munawwarah sebelum
melaksanakan amalan-amalan haji, hendaklah berihram di masjid Syajarah
yang jaraknya beberapa km dari Madinah. Kemudian setelah itu bergerak
menuju Makkah.
Dan adapun mereka yang bertolak dari Jeddah ke Juhfah, dan dari Juhfah ke Makkah, maka bagi mereka berihram di Juhfah.
Cara Berihram
Wajib bagi laki-laki mengenakan dua kain ihram yang tidak berjahit.
Salah satunya dikenakan seperti mengenakan kain sarung, dan satunya
diletakkan di atas kedua bahu sehingga menutupi punggung dan kedua
bahunya. Sedangkan bagi kaum wanita mengenakan kain berjahit seperti
layaknya pakaian shalat.
Sebelum berihram disunahkan mandi terlebih dulu dengan niat:
أَغْتَسِلُ لِلإِحْرَامِ لِعُمْرَةِ التَّمَتُّعِ (لِحَجِّ التَّمَتُّعِ) قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى.
aghtasilu lil ihrami li ‘umratit tamattu’i (li hajjit tamattu’i) qurbatan illlâhi ta’âla.
Saya akan mandi untuk ihram umrah tamattu’ sebelum haji tamattu’ dengan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Doa ketika hendak mandi:
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ، اَللّهُمَّ اجْعَلْهُ لِي نُوْرًا وَطَهُوْرًا وَحِرْزًا وَأَمْنًا مِنْ كُلِّ خَوْفٍ، وشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ وَسُقْمٍ، اَللّهُمَّ طَهِّرْنِي وَطَهِّرْ قَلْبِي، وَاشْرَحْ لِي صَدْرِي وَأَجِرْ عَلَى لِسَانِي مَحَبَّتَكَ وَمِدْحَتَكَ وَالثَّنَاءَ عَلَيْكَ، فَإِنَّهُ لاَ قُوَّةَ لِي إِلاَّ بِكَ، وَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّ قِوَامَ دِيْنِي التَّسْلِيْمُ لأَمْرِكَ، وَاْلإِتِّبَاعُ لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَآلِهِ.
bismillâhi wa billâhi, allâhummaj ‘alhu lî nûran wa thahûran wa hirzan wa amnan min kulli khawfin, wa syifâ`an min kulli dâ`in wa suqmin, allâhumma thahhirnî wa thahhir qalbî, wasyrah lî shadrî, wa ajir ‘alâ lisânî mahabbataka wa midhataka
wats tsanâ`a ‘alayka, fa innahu la quwwata lî illa bika, wa qad ‘alimtu
anna qiwâma dînî at taslîmu li amrika, wal ittibâ’u li sunnati
nabiyyika shalawâtuka ‘alayhi wa âlihi.
Dengan
nama Allah dan dengan perkenan-Nya. Ya Allah, jadikan mandiku ini
cahaya dan kesucian, penjagaan dan keamanan dari segala yang
mengkhawatirkan dan obat penawar dari segala penyakit. Ya Allah,
sucikanlah daku dan hatiku, lapangkanlah dadaku, anugerahkan lidahku
untuk selalu mencintai, memuji dan menyampaikan sanjungan baik
kepada-Mu. Sesungguhnya itu tiada kekuatan kecuali dengan perkenan-Mu.
Dan aku tahu bahwa tegaknya agamaku adalah tunduk pada perintah-Mu dan
mengikuti sunah Nabi-Mu. Semoga rahmat-Mu tercurah atas Muhammad dan
keluarganya.
· Afdhalnya berihram setelah melaksanakan shalat wajib (fardhu).
Niat ihram
أُحْرِمُ لِعُمْرَةِ التَّمَتُّعِ (لِحَجِّ التَّمَتُّعِ) قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى
uhrimu li ‘umratit tamattu’i (li hajjit tamattu’i) qurbatan ilallâhi ta’âla.
Saya berihram untuk umrah tamattu’ (guna menyempurnakan haji tamattu’) demi mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
· Kemudian saat mengenakan dua kain ihram membaca:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي رَزَقَنِي مَا أُوَارِي بِهِ عَوْرَتِي، وَأُؤَدِّي فِيْهِ فَرْضِيْ، وَأَعْبُدُ فِيْهِ رَبِّي، وَأَنْتَهِي فِيْهِ إِلَى مَا أَمَرَنِي، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي قَصَدْتُهُ فَبَلَّغَنِي، وَأَرَدْتُهُ فَأَعَانَنِي وَقَبِلَنِي، وَلَمْ يَقْطَعْ بِي، وَوَجْهَهُ أَرَدْتُ فَسَلَّمَنِي، فَهُوَ حِصْنِي وَكَهْفِي وَحِرْزِي وَظَهْرِي وَمَلاَذِي وَلَجَأِي وَرَجَائِي وَمَنْجَايَ وَذُخْرِي وَعُدَّتِي فِي شِدَّتِي وَرَخَائِي.
alhamdu
lillahil ladzî razaqanî mâ uwârî bihi ‘awratî, wa u`addî fîhi fardhî,
wa a’budu fîhi rabbî, wa antahî fîhi ila mâ amaranî, alhamdu
lillâhil ladzî qashadtuhu fa ballaghanî, wa aradtuhu fa a’ânanî wa
qabilanî, wa lam yaqtha’ bî, wa wajhahu aradtu fa sallamanî, fa huwa hishnî wa kahfî wa hirzî wa dhahrî wa malâdzî wa laja`î wa rajâ`î wa manjâya wa dzukhrî wa ‘uddatî fî syiddatî wa rakhâ`î.
Segala
puji bagi Allah yang telah mengaruniai rejeki kepadaku, yang dengannya
aku menutupi auratku, melaksanakan kewajibanku, menyembah Tuhanku dan
aku sudahi pula dengan semua yang diperintahkan kepadaku. Segala puji
bagi Allah, yang mana aku inginkan Ia memenuhiku, jika aku kehendaki Ia
menolong dan menerimaku dan tidak memutuskanku, jika aku menghadap-Nya
Ia menyalamiku. Dialah Bentengku, Perlindunganku, Penjagaanku,
Penolongku, Ayomanku, Naunganku, Harapanku, Penyelamatku,
Persembunyianku, dalam petakaku dan kesenanganku.
· Setelah itu dusunahkan melakukan shalat ihram dua rakaat (satu salam), atau enam rakaat (tiga salam). Rakaat pertama setelah Al-Fâtihah membaca surah Al-Ikhlâsh, dan pada rakaat kedua setelah Al-Fâtihah membaca surah qulyâ ayyuhal kâfirûn.
· Setelah
usai shalat ihram, mohonlah kepada Allah Ta’ala apa yang diniatkan dan
diinginkannya. Dalam hadis sahih, Muawiyah bin ‘Ammar meriwayatkan dari
Abu Abdillah as berkata: “Jika kamu telah melakukan shalat sunah ihram,
maka sampaikanlah pujian dan sanjungan kepada Allah Swt, dan shalawat
atas Nabi Muhammad dan keluarganya, lantas membaca doa berikut ini:
اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَنِيْ مِمَّنِ اسْتَجَابَ لَكَ وَآمَنَ
بِوَعْدِكَ وَاتَّبَعَ أَمْرَكَ، فَإِنِّيْ عَبْدُكَ وَفِي قَبْضَتِكَ لاَ أُوقَى إِلاَّ مَا وَقَيْتَ وَلاَ آخُذُ إِلاَّ مَا أَعْطَيْتَ وَقَدْ ذَكَرْتَ الْحَجَّ فَأَسْأَلُكَ أَنْ تَعْزِمَ لِيْ عَلَيْهِ عَلَى كِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَآلِهِ، وَتُقَوِّيَنِيْ عَلَى مَا ضَعُفْتُ عَنْهُ وَتُسَلِّمَ مِنِّيْ مَنَاسِكِيْ فِيْ يُسْرٍ مِنْكَ وَعَافِيَةٍ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ وَفْدِكَ الَّذِيْ رَضِيْتَ وَاْرْتَضَيْتَ وَسَمَّيْتَ وَكَتَبْتَ.
allâhumma
innî as`aluka an taj’alanî mimmanis tajâba laka wa âmana bi wa’dika wat
taba’a amraka, fa innî ‘abduka wa fî qabdhatika lâ ûqâ illa mâ waqayta
wala âkhudzu illa mâ a’thayta wa qad dzakartal hajja fa as`aluka
an ta’zima lî ‘alayhi ‘alâ kitâbika wa sunnati nabiyyika shalawâtuka
‘alayhi wa âlihi, wa tuqawwiyanî ‘alâ mâ dha’uftu ‘anhu wa tusallima
minnî manâsikî fî yusrin minka wa ‘âfiyatin waj ‘alnî min wafdikal ladzî
radhîta war tadhayta wa sammayta wa katabta.
Ya
Allah, aku mohon kepada-Mu agar diriku dijadikan salah seorang yang
doanya diterima oleh-Mu; orang yang percaya dengan janji-Mu, karena
sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba-Mu yang selalu berada dalam
genggaman kuasa-Mu. Aku tidak terjaga kecuali bila Engkau menjaganya;
aku tidak mengambil kecuali bila Engkau memberinya. Engkau
mengingatkanku untuk melakukan haji, maka kumohon kepada-Mu agar aku
dapat melakukan keinginanku ini sesuai ajaran kitab-Mu dan sunnah
Nabi-Mu. Kuatkanlah diriku ketika aku tidak memiliki kekuatan untuk
melakukannya. Terimalah ibadahku yang kulakukan berkat kemudahan dan
kesehatan yang berasal dari-Mu. Jadikanlah aku termasuk di antara
utusan-Mu yang Engkau ridhai, Engkau sebut, dan Engkau tuliskan.
اللّهُمَّ إِنِّيْ خَرَجْتُ مِنْ شُقَّةٍ بَعِيْدَةٍ وَاْنفَقْتُ مَالِيْ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ، اللّهُمَّ فَتَمِّمْ لِيْ حَجَّتِيْ وَعُمْرَتِيْ، اللّهُمَّ إِنِّيْ أُرِيْدُ التَّمَتُّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ عَلَى كِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَآلِهِ، فَإِنْ عَرَضَ لَيْ
عَارِضٌ يَحْبِسُنِيْ فَخَلَّنِيْ حَيْثُ حَبَسْتَنِيْ بِقَدَرِكَ
الَّذِيْ قَدَّرْتَ عَلَيَّ، اللّهُمَّ إِنْ لَمْ تَكُنْ حَجَّةً
وَعُمْرَةً، أَحْرَمَ لَكَ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ وَلَحْمِيْ وَدَمِيْ وَعِظَامِيْ وَمُخِّيْ وَعَصَبِيْ مِنَ النِّسَاءِ وَالثِّيَابِ وَالطِّيْبِ، أَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَكَ وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ.
allâhumma innî kharajtu min syuqqatin ba’îdatin wan faqtu mâlî ibtighâ`a mardhâtika, allâhumma fa tammim lî hajjatî wa ‘umratî. Allâhumma innî urîdut tamattu’a bil ‘umrati ilal hajji ‘alâ kitâbika wa sunnati nabiyyika shalawâtuka ‘alayhi wa âlihi, fa in ‘aradha lî ‘âridhun yahbisunî fa khallanî haytsu habastanî bi qadarikal ladzî qaddarta ‘alayya, allâhumma in lam takun hajjatan fa ‘umratan, ahrama laka sya’rî wa basyarî wa lahmî wa damî wa ‘idhâmî wa mukhkhî wa ‘ashabî minan nisâ`i wats tsiyâbi wath thîbi, abtaghî bi dzâlika wajhaka wad dâral âkhirata.
Ya
Allah, aku telah datang dari negeri yang jauh. Aku belanjakan harta
kekayaanku untuk mencari ridha-Mu. Ya Allah, sempurnakanlah ibadah haji
yang kulakukan. Ya Allah, aku ingin melakukan haji tamattu’ dengan
melakukan umrah kemudian haji sesuai ajaran Kitab-Mu dan Sunnah Nabi-Mu
saw. Jika ada halangan yang menghalangiku untuk menyempurnakan ibadahku
ini, maka permudahkanlah dengan kuasa-Mu dan takdir yang Kautetapkan
untukku. Ya Allah, apabila tidak mudah bagiku untuk menyempurnakan haji,
maka sempurnakanlah umrahku, yang dengan ihramnya aku telah haramkan
–demi Engkau– rambutku, kulitku, dagingku, darahku, tulangku, otakku,
dan segala kesenanganku berupa wanita (istri), pakaian, dan wewangian.
Semuanya itu kulakukan demi mengharap ridha-Mu dan tempat yang kekal di
akhirat, kelak.
· Setelah
itu bersabarlah untuk bersiap-siap melakukan kegiatan yang lain. Sambil
menunggu jamaah yang lain, Anda bertalbiyah-wajib sekurang-kurangnya
sekali, baik dengan berjalan kaki maupun berkendaraan:
لَبَّيْكَ، اَللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ، وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.
labbayk(a), allâhumma labbayk(a), labbayka lâ syarîka la
ka labbayk(a), innal hamda wan ni’mata laka, wal mulka,
lâ syarîka laka labbayk(a).
Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu yang tiada sekutu bagi-Mu, labbayk(a). Segala puji, karunia nikmat dan kerajaan hanya bagi-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.
· Memperbanyak
dan mengulang-ulang bacaan talbiyah-wajib selama masa berihram. Setelah
mengucapkan talbiyah-wajib tersebut di atas, disunahkan menambahkan
ucapan:
لَبَّيْكَ
ذَا الْمَعَارِجِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ دَاعِيًا إِلَى دَارِ السَّلاَمِ
لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ غَفَّارَ الذُّنُوْبِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ أَهْلَ
التَّلْبِيَّةِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ تُبْدِئُ وَالْمَعَادُ إِلَيْكَ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ
تَسْتَغْنِي وَيُفْتَقَرُ إِلَيْكَ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ مَرْهُوْبًا
وَمَرْغُوْبًا إِلَيْكَ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ إِلهَ الْحَقِّ لَبَّيْكَ،
لَبَّيْكَ ذَا النَّعْمَاءِ وَالْفَضْلِ الْحَسَنِ الْجَمِيْلِ لَبَّيْكَ،
لَبَّيْكَ كَشَّافَ الْكُرَبِ الْعِظَامِ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ عَبْدُكَ
وَابْنُ عَبْدَيْكَ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ يَا كَرِيْمُ لَبَّيْكَ.
لَبَّيْكَ
أَتَقَرَّبُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ
بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ وَهذِهِ عُمْرَةُ مُتْعَةٍ
إِلَى الْحَجِّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ أَهْلَ التَّلْبِيَّةِ لَبَّيْكَ،
لَبَّيْكَ تَلْبِيَّةً تَمَامُهَا وَبَلاَغُهَا عَلَيْكَ.
labbayka
dzal ma’âriji labbayk(a), labbayka dâ’iyan ilâ dâris salâmi labbayk(a),
labbayka ghaffâradz dzunûbi labbayk(a), labbayka ahlat talbiyyati
labbayk(a), labbayka dzal jalâli wal ikrâmi labbayk(a), labbayka tubdi`u
wal ma’âdu ilayka labbayk(a), labbayka tastaghnî wa yuftaqaru ilayka
labbayk(a), labbayka marhûban wa marghûban ilayka labbayk(a), labbayka
ilâhal haqqi labbayk(a), labbayka dzan na’mâ`i wal fadhlil hasanil jamîli labbayk(a), labbayka kasysyâfal kurabil ‘idhâmi labbayk(a), labbayka ‘abduka wab nu ‘abdayka labbayk(a), labbayka yâ karîmu labbayk(a).
labbayka ataqarrabu ilayka bi muhammadin wa âli muhammadin labbayk(a), labbayka bi hajjatin wa ‘umratin labbayk(a), labbayka wa hâdzihi ‘umratu mut’atin ilal hajji labbayk(a), labbayka ahlat talbiyyati labbayk(a), labbayka talbiyyatan tamâmuha wa balâghuha ‘alayka.
· Dianjurkan
untuk selalu mengucapkan talbiyah tersebut dengan suara yang tinggi
bila bertemu dengan orang lain yang menaiki kendaraan; bila ia menaiki
sebuah bukit; menuruni lembah; di akhir malam; dan ketika bangun tidur;
setiap usai shalat; setiap kali hendak naik dan turun kendaraan. Di
dalam riwayat Hurayz disebutkan bahwasanya ketika Nabi saw melakukan
ihram, beliau didatangi oleh Jibril as seraya berkata: “Suruhlah
sahabat-sahabatmu untuk meninggikan suaranya saat mengucapkan talbiyah;
dan lakukanlah korban.”
Batasan Wilayah Al-Haram
Setelah berihram di miqat dan sebelum tiba di kota Makkah
Al-Mukarramah, jemaah haji atau umrah akan melintasi sebuah perbatasan
kawasan Al-Haram.
Kawasan Al-Haram ini adalah kawasan yang sudah ditetapkan batasannya,
di mana kaum Muslim harus menjaga kehormatan penduduk yang berada di
dalam batasan kawasan itu, bahkan menghormati setiap makhluk yang
tinggal di dalamnya. Dan pada batas ini juga non-Muslim tidak
diper-kenankan masuk ke dalamnya, apalagi ke kota Makkah dan Masjid
Al-Haram.
Secara geografis perbatasan kawasan Al-Haram Makkah adalah sebagai
berikut: Dari arah utara adalah Masjid Al-Tan’îm; dari arah timur laut
adalah awal permukaan bukit al-Maqtha`; dari arah timur adalah sisi
Arafah dari lembah Namirah; dari arah tenggara adalah al-Ja’ranah dan
dari arah barat daya adalah Idhâh Libin.
Adab Memasuki Al-Haram
Pabila jamaah haji atau umrah tiba di kawasan Al-Haram, dianjurkan melakukan beberapa amalan sunah berikut:
1. Mandi. Mandi di penginapannya, atau di Bi`ru Maymûn di Al-Abthah
(nama tempat). Dan sekali mandi diniatkan untuk beberapa amalan,
seperti hendak memasuki Al-Haram, memasuki Makkah Al-Mukarramah, dan
Masjid Al-Haram:
أَغْتَسِلُ لِدُخُوْلِ الْحَرَمِ / وَمَكَّةَ الْمُكَرَّمَةِ / وَمَسْجِدِ الْحَرَمِ قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى
aghtasilu li dukhûlil haram / wa makkatal mukarramah / wa masjidil haram qurbatan illlâhi ta’âla.
Saya akan mandi untuk memasuki Al-Haram, Makkah Al-Mukarramah, dan Masjid Al-Haram untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
2. Memasuki
Al-Haram tanpa beralaskan kaki dan berjalan dengan tenang, merendah
hati serta penuh khusyuk kepada Allah Ta’ala. Apabila memungkinkan
melakukan demikian itu hingga memasuki Makkah dan Masjidil Haram, maka
afdhal.
3. Ketika memasuki Al-Haram membaca doa ma`tsûr berikut:
اَللّهُمَّ إِنَّكَ قُلْتَ فِي كِتَابِكَ الْمُنَزَّلِ وَقَوْلُكَ الْحَقِّ ]وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ[، اَللّهُمَّ إِنِّي أَرْجُوْ أَنْ أَكُوْنَ مِمَّنْ أَجَابَ دَعْوَتَكَ، وَقَدْ جِئْتُ مِنْ شُقَّةٍ بَعِيْدَةٍ وَفَجٍّ عَمِيْقٍ، سَامِعًا لِنِدَائِكَ، وَمُسْتَجِيْبًا لَكَ، مُطِيْعًا لأَمْرِكَ، وَكُلُّ ذَلِكَ بِفَضْلِكَ عَلَيَّ وَإِحْسَانِكَ إِلَيَّ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا وَفَّقْتَنِي لَهُ، أَبْتَغِي
بِذَلِكَ الزُّلْفَةَ عِنْدَكَ، وَالْقُرْبَةَ إِلَيْكَ، وَالْمَنْزِلَةَ
لَدَيْكَ، وَالْمَغْفِرَةَ لِذُنُوْبِي، وَالتَّوْبَةَ عَلَيَّ مِنْهَا
بِمَنِّكَ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَحَرِّمْ بَدَنِي عَلَى النَّارِ، وَآمِنِّي مِنْ عَذَابِكَ وَعِقَابِكَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الَّراحِمِيْنَ.
allâhumma innaka qulta fî kitâbikal munazzal(i), wa qawlukal haqqu: [wa adzdzin fîn nâsi bil hajji
ya`tûka rijâlan wa ‘alâ kulli dhâmirin ya`tîna min kulli fajjin
‘amîq(in)], allâhumma innî arjû an akûna mimman ajâba da’wataka wa qad
ji`tu min syuqqatin ba’îdatin wa fajjin ‘amîqin sâmi’an li nidâ`ika wa
mustajîban laka muthî’an li amrika, wa kullu dzâlika bi fadhlika ‘alayya
wa ihsânika ilayya, fa lakal hamdu ‘alâ mâ waffaqtanî lahu,
abtaghî bi dzâlikaz zulfata ‘indaka wal qurbata ilayka, wal manzilata
ladayka, wal maghfirata li dzunûbî wat tawbata ‘alayya minhâ bi mannika.
allâhumma shalli ‘alâ muhammadin wa âli muhammad(in) wa harrim badanî ‘alan nar(i), wa âminnî min ‘adzâbika wa ‘iqâbika bi rahmatika yâ arhamar râhimin(a).
Ya Allah, Engkau telah mengatakan dalam Kitab-Mu yang diturunkan, dan firman-Mu haqq, Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus,
yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Ya Allah, sungguh aku
berharap untuk menjadi salah seorang yang memenuhi panggilan-Mu. Kini
aku telah datang dari tempat yang jauh karena mendengar seruan-Mu dan
memenuhinya serta menaatinya perintah-Mu. Semua itu kulakukan dengan
karunia dan kebaikan-Mu yang Kaulimpahkan kepadaku. Kepada-Mu lah segala
puji atas apa yang telah Kaurestui untukku. Demikian itu kulakukan
untuk mencapai kedekatan di sisi-Mu, kedudukan tinggi di samping-Mu,
ampunan-Mu atas dosa-dosaku, dan taubatku yang berasal dari karunia-Mu.
Ya Allah, sampaikan shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, dan
haramkan tubuhku dari api neraka, selamatkan daku dari siksa dan
azab-Mu. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Mahamulia.
4. Memasuki Makkah secara perlahan, tenang, khusyuk kepada Allah Swt dan menempuh dari jalan yang lebih tinggi dari arah Al-Abthah
dari bukit Kadâ`. Dikatakan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw
pernah membelokkan arah perjalanannya untuk bisa menempuh arah itu.
Ketika beliau keluar dari Makkah, beliau menempuh jalan dari bukit Kuda.
Adab Masuk ke Masjidil Haram
Memasuki Masjidil Haram dari pintu Bani Syaibah, yaitu berhadapan
dengan pintu As-Salâm yang sekarang telah mengalami perluasan. Kemudian
tanpa beralaskan kaki dan mendahulukan kaki kanan, lalu dengan penuh
khudhu’ dan khusyuk, tenang dan diam ia berdiri di dekat pintu itu
sambil berdoa dengan doa yang diriwayatkan Muawiyah bin Ammar dari Imam
Ja’far Shadiq as:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَمِنَ اللهِ وَمَا شَاءَ اللهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَى أَنْبِيَاءِ اللهِ وَرُسُلِهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِ اللهِ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعالَمِيْنَ.
assalâmu ‘alayka ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi
wa ba-rakâtuh(u), bismillâhi wa billâhi wa minallâhi wa mâ syâ`allâhu
was salâmu ‘alâ anbiyâ`illâhi wa rusulih(i), was salâmu ‘alâ rasûlillahi
(shallâhu ‘alayhi wa âlihi) was salâmu ‘alâ ibrâhîma khalilîllâh(i),
wal hamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn (a).
Salam
sejahtera wahai Nabi, semoga rahmat dan keberkatan Allah selalu
menyertaimu. Dengan nama Allah, demi Allah, dari Allah, dan dengan
kehendak Allah. Salam sejahtera atas para Nabi dan Rasul-Nya. Salam
sejahtera atas Rasulullah (saw). Salam sejahtera atas Ibrahim
Khalîlullâh, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
· Dalam riwayat lain, berdiri di dekat pintu masjid sambil membaca:
بِسْمِ
اللهِ وَبِاللهِ وَمِنَ اللهِ وَإِلَى اللهِ وَمَا شَاءَ اللهُ وَعَلَى
مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ)، وَخَيْرُ
اْلأَسْمَاءِ للهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ،
اَلسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ
أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَى
أَنْبِيَاءِ اللهِ وَرُسُلِهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى خَلِيْلِ اللهِ
الرَّحْمَنِ، اَلسَّلاَمُ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ
الْعالَمِيْنَ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ
الصَّالِحِيْنَ.
bismillâh(i)
wa billâh(i) wa minallâh(i) wa ilallâh(i) wa mâ syâ allâh(u) wa ‘ala
millati rasûlillâh(i) –shallallâhu ‘alayhi wa âlihi– wa khayrul asmâ`i
lillâh(i), walhamdu lillâh(i), was salâmu ‘ala rasûlillâh(i), assalâmu ‘ala muhammadibni ‘abdillah(i), assalâmu ‘alayka ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wa barakâtuh(u), assalâmu ‘ala anbiyâ`illâhi wa rusulih(i), assalâmu ‘ala khalîlillâhir rahmân(i), assalamu ‘alal mursalîna wal hamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn(a), assalamu ‘alaynâ wa ‘ala ‘ibâdillâhish shâlihîn(a).
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَارْحَمْ
مُحَمَّدًا وَآلَ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ وَتَرَحَّمْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَآلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
allâhumma shalli ‘ala muhammadin wa âli muhammad(in), wa bârik ‘ala muhammadin wa âli muhammad(in), war ham muhammadan wa âla muhammad(in), kama shallayta wa bârakta wa tarahhamta ‘ala ibrâhîma wa âli ibrâhîm(a), innaka hamîdun majîd(un).
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ، اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِكَ وَعَلَى أَنْبِيَاءِكَ وَرُسُلِكَ وَسَلِّمْ عَلَيْهِمْ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعالَمِيْنَ.
allâhumma shalli ‘ala muhammadin wa âli muhammad(in),
‘abdika wa rasûlika, allâhumma shalli ‘ala ibrâhîma khalîlika wa ‘ala
anbiyâ`ika wa rusulika wa sallim ‘alayhim, wa salâmun ‘alal mursalîna
wal hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn(a)
اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي
أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ، وَاسْتَعْمِلْنِي فِي طَاعَتِكَ وَمَرْضَاتِكَ،
وَاحْفَظْنِي بِحِفْظِ اْلإِيْمَانِ أَبَدًا مَا أَبْقَيْتَنِي، جَلَّ
ثَنَاءُكَ وَجْهِكَ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَنِي مِنْ وَفْدِهِ
وَزُوَّارِهِ، وَجَعَلَنِي مِمَّنْ يَعْمُرُ مَسَاجِدَهُ، وَجَعَلَنِي
مِمَّنْ يُنَاجِيْهِ.
allâhummaf tah lî abwâba rahmatika, was ta’milnî fî thâ’atika wa mardhâtika, wah fadhnî bi hifdhil îmâni abadan mâ abqaytanî, jalla tsanâ`uka wajhika, alhamdu lillâhil ladzî ja’alanî min wafdihi wa zuwwârihi, wa ja’alanî mimman ya’muru masâjidahu, wa ja’alanî mimman yunâjîh(i).
اَللّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَزَائِرُكَ فِي بَيْتِكَ، وَعَلَى كُلِّ مَأْتِيٍّ حَقٌّ لِمَنْ اَتَاهُ وَزَارَهُ، وَأَنْتَ خَيْرُ مَأْتِيٍّ وَأَكْرَمُ مَزُوْرٍ، فَأَسْئَلُكَ يَا اللهُ، يَا
رَحْمَنُ، بِأَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلهَ أَنْتَ، وَحْدَكَ لاَ
شَرِيْكَ لَكَ، بِأَنَّكَ وَاحِدٌ أَحَدٌ صَمَدٌ، لَمْ تَلِدْ وَلَمْ
تُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ (لَكَ) كُفُوًا أَحَدٌ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ، صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، يَا جَوَادُ، يَا كَرِيْمُ، يَا مَاجِدُ، يَا جَبَّارُ، يَا كَرِيْمُ، أَسْئَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ تُحْفَتَكَ إِيَّايَ بِزِيَارَتِي إِيَّاكَ أَوَّلَ شَيْئٍ تُعْطِيْنِي فَكَاكَ رَقَبَتِي مِنَ النَّارِ.
اَللّهُمَّ فُكَّ رَقَبَتِي مِنَ النَّارِ (×3)
وَأَوْسِعْ عَلَيَّ مِنْ رِزْقِكَ الْحَلاَلِ الطَّيِّبِ، وَادْرَأْ عَنِّي شَرَّ شَيَاطِيْنِ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ وَشَرَّ فَسَقَةِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ.
allâhumma innî ‘abduka wa zâ`iruka fî baytika wa ‘alâ kulli ma`tiyyi haqqun liman atâhu wa zârahu, wa anta khayru ma`tiyyin wa akramu mazûrin, fa as`aluka yâ allâhu yâ rahmânu bi annaka antallâhu lâ ilâha illa anta wahdaka lâ syarîka lak(a), wa bi annaka wâhidun ahadun shamadun lam talid wa lam tûlad wa lam yakun laka kufuwan ahad(un), wa anna muhammadan
‘abduka wa rasûluka, shalawâtuka ‘alayhi wa ‘alâ ahli baytihi, yâ
jawâdu yâ karîmu yâ mâjidu yâ jabbâru yâ karîmu, as`aluka an taj’ala tuhfataka iyyâya bi ziyâratî iyyâka awwala syay`in tu’thiyanî fakâka raqabatî minan nâr(i).
allâhumma fukka raqabatî minan nâr(i) - 3x
wa awsi’ ‘alayya min rizqikal halâlith thayyibi, wad ra` ‘annî syarra syayâthînil insi wal jinni wa syarra fasaqatil ‘arabi wal ‘ajam(i).
· Kemudian masuk ke masjid sambil mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ).
bismillâhi wa billâhi wa ‘ala millati rasûlillâhi (shallallâhu ‘alayhi waâlihi)
Dengan nama Allah, dengan perkenan-Nya, dan atas agama yang dibawa Rasulullah (saw).
· Lalu mengangkat kedua tangan sambil menghadap ke arah Ka’bah dan berdoa:
اَللّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ فِي مَقَامِ هَذَا، وَفِي أَوَّلِ مَنَاسِكِيْ أَنْ
تَقْبَلَ تَوْبَتْي، وَأَنْ تَتَجَاوَزَ عَنْ خَطِيْئَتِي وَأَنْ تَضَعَ
عَنِّي وِزْرِي، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي بَلَّغَنِي بَيْتَهُ الْحَرَامِ.
allâhumma
innî as`aluka fî maqâmi hâdza, wa fî awwali manâsikî an taqbala
tawbatî, wa an tatajâwaza ‘an khathî`atî wa antadha’a ‘annî wizrî, alhamdu lillâhil ladzî ballaghanî baytahul harâm(i)
اَللّهُمَّ إِنِّي أَشْهَدُ أَنَّ هذَا بَيْتُكَ الْحَرَامُ الَّذِي جَعَلْتَهُ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعالَمِيْنَ، اَللّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَالْبَلَدُ بَلَدُكَ، وَالْبَيْتُ بَيْتُكَ، جِئْتُ أَطْلُبُ رَحْمَتَكَ، وَأَؤُمُّ طَاعَتَكَ، مُطِيْعًا لأَمْرِكَ، رَاضِيًا بِقَدَرِكَ، أَسْأَلُ مَسْئَلَةَ الْفَقِيْرِ إِلَيْكَ الْخَائِفِ لِعُقُوْبَتِكَ، اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتَكَ، وَاسْتَعْمِلْنِي بِطَاعَتِكَ وَمَرْضَاتِكَ.
allâhumma innî asyhadu anna hâdza baytukal harâmu,
alladzî ja’altahu matsâbatan lin nâsi wa amnan mubârakan wa hudan lil
‘âlamîn(a), allâhumma innî ‘abduka wal baladu baladuka wal baytu baytuka
ji`tu athlubu rahmataka wa a`ummu thâ’ataka muthî’an li amrika râdhiyan bi qadarika, as`aluka mas`alatal mudhtharri ilaykal khâ`ifi li ‘uqâbatik(a), allâhummaf tah lî abwâba rahmatika was ta’milnî bi thâ’atika wa mardhâtik(a).
· Lalu memandang ke Ka’bah Al-Mukarramah dan bercakap dengannya seraya melafazkan:
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي عَظَّمَكِ وَشَرَّفَكِ وَكَرَّمَكِ، وَجَعَلَكِ مَثَابَةً
لِلنَّاسِ وَأَمْنًا مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعالَمِيْنَ.
alhamdu lillâhil ladzî ‘adhdhamaki wa syarrafaki wa karramaki wa ja’alaki matsâbatan lin nâsi wa amnan mubârakan wa hudan lil ‘âlamîn(a).
Segala
puji bagi Allah yang telah mengagungkanmu, menghormati dan
memuliakanmu. Dia menjadikanmu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat
yang aman lagi diberkati, serta menjadi petunjuk bagi alam semesta.
· Kemudian arahkan pandangan Anda ke Hajar Aswad dan membaca:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانَا لِهذَا، وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ، سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ مِمَّا أَخْشَى وَأَحْذَرُ، لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ
الْحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ، وَيُمِيْتُ وَيُحْيِي، وَهُوَ حَيٌّ لاَ
يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.
alhamdu lillâhil ladzî hadâna li hâdza wamâ kunnâ li nahtadiya lawlâ an hadânallâhu, subhânallâhu wal hamdu lillâhi walâ ilâha illallâhu wallâhu akbar(u), allâhu akbaru min khalqihi, wallâhu akbaru mimmâ akhsyâ wa ahdzaru, lâ ilâha illallâhu wahdahu lâ syarîka lah(u), lahul mulku wa lahul hamdu yuhyî wa yumîtu wa yumîtu wa yuhyî wa huwa ‘alâ kulli syay`in qadîr(un).
Segala
puji bagi Allah yang telah menunjuki kami untuk ini, dan kami tidak
akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petun-juk.
Mahasuci Allah; Segala puji bagi Allah; Tiada Tuhan selain Allah; Allah
Mahabesar. Tiada Tuhan selain Allah Yang Mahaesa dan tiada sekutu
bagi-Nya. Dan kepunyaan-Nya-lah semua kerajaan, dan bagi-Nya-lah segala
pujian. Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia-lah yang hidup
dan tidak mati. Di tangan-Nya-lah terhimpun segala kebaikan, dan Dia-lah
yang Mahakuasa atas segala sesuatu.
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، كَأَفْضَلِ مَا صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ وَتَرَحَّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَآلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَسَلاَمٌ عَلَى جَمِيْعِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَللّهُمَّ إِنِّي أُؤْمِنُ بِوَعْدِكَ، وَأُصَدِّقُ رُسُلَكَ، وَأَتَّبِعُ كِتَابَكَ.
allâhumma shali ‘alâ muhammadin wa âli muhammadin wa bârik ‘alâ muhammadin wa âli muhammadin ka afdhali mâ shallayta wa bârakta wa tarahhamta ‘alâ ibrâhîma wa âli ibrâhîma innaka hamîdun majîd(un), wa salâmun ‘alâ jamî-’in nabiyyîna wal mursalîna wal hamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn(a), allâhumma innî u`minu bi wa’dika, wa ushaddiqu rusulaka wa attabi’u kitâbak(a).
Ya
Allah, sampaikan shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, seperti
seutamanya shalawat, berkah, dan rahmat yang Kaulimpahkan kepada
Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Maha Terpuji dan Mahamulia.
Semoga salam sejahtera dilimpahkan kepada seluruh Nabi dan Rasul. Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Ya Allah, sungguh aku percaya
dengan janji-Mu, aku membenarkan rasul-Mu, dan akan mengikuti syariat
dalam Kitab-Mu.
· Dalam
satu riwayat disebutkan dari Abu Abdillah as, pabila Anda (mampu)
mendekati Hajar Aswad, hendaklah berjalan dengan perlahan, tenang dan
takut akan azab Allah Ta’ala. Jika telah dekat dengan Hajar Aswad,
angkatlah kedua tangan Anda sambil memuji dan menyanjung Allah Ta’ala
serta bershalawat atas Muhammad dan keluarganya, kemudian mengucapkan:
اللّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي
allâhumma taqabbal minnî
Ya Allah, terimalah segala amalan baikku
· Lalu
menciumnya dan mengusapkan kedua tangan Anda pada Hajar Aswad dan
diusapkan pada badan Anda. Apabila tidak memungkinkan untuk menciumnya,
cukup mengusapkannya dengan kedua tangan Anda. Jika hal itu juga tidak
mungkin dilakukan karena padat dan ramainya jemaah haji, maka cukup
mengisyaratkan kepadanya seraya mengucapkan:
اَللّهُمَّ أَمَانَتِي أَدَّيْتُهَا وَمِيْثَاقِي تَعَاهَدْتُهُ
لِتَشْهَدَلِي بِالْمُوَافَاةِ، اَللّهُمَّ تَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ
وَعَلَى سُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَآلِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، آمَنْتُ بِاللهِ، وَكَفَرْتُ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوْتِ وَاللاَّتَ وَالْعُزَّى، وَعِبَادَةِ الشَّيْطَانِ، وَعِبَادَةِ كُلِّ نِدٍّ يُدْعَى مِنْ دُوْنِ اللهِ.
allâhumma
amânatî addaytuhâ wa mîtsâqî ta’âhadtuhu li tasyhada lî bil muwâfât(i),
allâhumma tashdîqan bi kitâbika wa ‘alâ sunnati nabiyyika [shalawâtuka
‘alayhi wa âlihi], asyhadu anlâ ilâha illallâhu wahdahu lâ syarîka lah(u), wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasûluh(u), amantu billâhi wa kafartu bil jibti wath thâghuti wal lâta wal ‘uzza, wa ‘ibâdatisy syaythân(i), wa ‘ibâdati kulli niddin yud’â min dûnillâh(i).
Ya
Allah, amanatku telah kusampaikan, janjiku telah kutepati, saksikanlah
oleh-Mu bahwa aku telah menepati janjiku. Ya Allah, aku membenarkan
Kitab-Mu dan sunah nabi-Mu (shalawat-Mu atas Muham-mad dan keluarganya).
Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah yang Mahaesa, tiada sekutu
bagi-Nya, bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Aku beriman kepada
Allah, dan ingkar kepada Jibti, Thâghût, Lâta dan ‘Uzza, penghambaan
setan, berhala dan penyem-bahan segala sesuatu yang mempersekutukan
Allah dan yang dimintai pertolongan selain Allah.
· Apabila tidak mampu membaca seluruh doa tersebut di atas, maka bacalah sesuai kemampuan, dan setelah itu membaca doa berikut:
اَللّهُمَّ إِلَيْكَ بَسَطْتُ يَدِي، وَفِيْمَا عِنْدَكَ عَظُمَتْ رَغْبَتِي، فَاقْبَلْ سُبْحَتِي، وَاغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي، اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَمَوَاقِفِ الْخِزْيِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ.
allâhumma ilayka basathtu yadî, wa fîmâ ‘indaka ‘adhumat raghbatî, faq bal subhatî, wagh fir lî war hamnî, allâhumma innî a’ûdzu bika minal kufri wal faqri wa mawâqifil hizyi fîd dunyâ wal âkhirat(i).
Ya
Allah, hanya kepada-Mu kubentangkan kedua tanganku, dan segala yang ada
di sisi-Mu sangat kuinginkan, terimalah permohonanku, ampunilah dosaku
dan sayangilah daku. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
dari kekufuran, kefakiran, dan keadaan hina di dunia maupun di akhirat.
2. THAWAF
Amalan kedua umrah tamattu’ adalah thawaf tujuh kali dengan disertai niat. Arahnya berlawanan dengan arah jarum jam.
Sahnya Melakukan Thawaf
1. Niat.
Tidak sah thawaf pabila tidak menyertakan maksud thawaf untuk
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Boleh dengan melafazkan niat
berikut ini:
أَطُوْفُ حَوْلَ الْبَيْتِ سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ لِعُمْرَةِ التَّمَتُّعِ (لِحَجِّ اْلإِسْلاَمِ) قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى
athûfu hawlal bayti sab’ata asywâthin li ‘umratit tamattu’i li hajjil islâmi qurbatan ilallâhi ta’âla.
Saya
akan thawaf mengitari Rumah ini tujuh kali dalam umrah tamattu’ untuk
menyempurnakan haji Islam guna mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
2. Suci
dari hadas kecil seperti kentut (bunyi atau tidak) dan lain sebagainya
yang karenanya ia diwajibkan wudhu`. Di samping itu, ia harus suci dari
hadas besar seperti junub, haid, istihâdhah dan nifas, yang karenanya ia diwajibkan mandi.
3. Suci
dari najasat (benda najis) seperti darah, nanah, dan lain sebagainya
yang menempel pada tubuh maupun kain ihram. Tidak sah thawaf seseorang
yang membawa najasat di badan ataupun pakaian ihram.
4. Menutup aurat ketika berihram.
5. Dalam keadaan berkhitan bagi laki-laki.
6. Muwâlah.
Yaitu, berkesinambungan antara putaran satu dengan putaran berikutnya.
Maksudnya, tidak memisahkan antara putaran yang telah dilakukan dengan
putaran berikutnya dengan pekerjaan di luar thawaf, sehingga terkesan
tidak melakukan tawaf sebenarnya.
Tatacara Thawaf
1. Wajib memulai thawaf dari Hajar Aswad dan berakhir pula pada Hajar Aswad, maka demikian itu memulai hitungan satu putaran.
2. Ketika
thawaf hendaknya posisi Ka’bah berada di sebelah kiri tubuh pethawaf.
Kalau si pethawaf menghadap atau membelakangi Ka’bah, maka thawafnya
tidak sah.
3. Wajib ketika thawaf di luar Hijir Ismail.
4. Batas
thawaf yang wajib dilakukan, yaitu kira-kira setengah meter dari
dinding Ka’bah (syâdzirwân) ke seluruh penjuru sejauh 13 meter.
5. Thawaf tujuh kali putaran.
6. Agar
pelaku thawaf tidak ragu dalam bilangan putaran, se-yogianya ia membaca
doa-doa ma`tsûr untuk setiap putaran thawaf dengan maksud memudahkan
menghitungnya sekaligus mengharap diterima amalannya.
Sunah-sunah Thawaf
1. Thawaf tanpa alas kaki.
2. Berjalan dengan langkah pendek, sedang, tenang dan merendah hati.
3. Menyibukkan diri dengan berzikir, berdoa dan membaca Al-Qur`ân.
4. Tidak
melakukan sesuatu yang dimakruhkan dalam shalat, seperti menoleh ke
kanan atau ke kiri dan lain sebagainya serta pekerjaan yang sia-sia.
5. Jika
memungkinkan, setiap hendak thawaf dan mengakhiri thawaf menghampiri
Hajar Aswad dan menciumnya, tanpa mengganggu dan menyakiti pethawaf
lain. Kalaupun tidak memungkinkan, cukup mengisyaratkan ke arahnya
dengan tangannya.
6. Thawaf ketika zawal (saat tergelincir matahari: zuhur).
7. Menundukkan pandangan ketika thawaf.
8. Jika memungkinkan thawaf dekat dengan Ka’bah.
9. Membaca doa-doa ma`tsûr (doa yang diajarkan Nabi saw dan ahlubaitnya as). Di antaranya:
· Doa setiap kali sampai di depan pintu Ka’bah:
سَائِلُكَ فَقِيْرُكَ مِسْكِيْنُكَ بِبَابِكَ، فَتَصَدَّقْ عَلَيْهِ بِالْجَنَّةِ، اَللّهُمَّ الْبَيْتُ بَيْتُكَ، وَالْحَرَمُ حَرَمُكَ، وَالْعَبْدُ عَبْدُكَ، وَهذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ الْمُسْتَجِيْرِ بِكَ مِنَ النَّارِ، فَأَعْتِقْنِي وَوَالِدَيَّ وَأَهْلِيْ وَوُلْدِي وَإِخْوَانِي الْمُؤْمِنِيْنَ مِنَ النَّارِ، يَاجَوَادُ كَرِيْمُ
sâ`iluka faqîruka miskînuka bi bâbika, fa tashaddaq ‘alayhi bil jannati, allâhumma albaytu baytuka, wal haramu haramuka,
wal ‘abdu ‘abduka, wa hâdza maqâmul ‘â`idzi bikal mustajîri bika minan
nâr(i), fa a’tiqnî wa wâlidayya wa ahlî wa wuldî wa ikhwânil mu`munîna
minan nâr(i), ya jawâdu karîm(u).
Hamba
yang fakir dan miskin yang kini berdiri di depan pintu-Mu me-mohon
kepada-Mu, maka berilah kepadanya sorga-Mu. Ya Allah, rumah ini adalah
rumah-Mu, Haram ini adalah Haram-Mu, dan hamba ini juga hamba-Mu, dan
maqam ini adalah tempat bagi siapa saja yang berlindung dan mohon
keselamatan kepada-Mu dari siksa neraka, maka bebaskan aku, kedua orang
tuaku, keluargaku, anak-anakku dan semua saudaraku mukmin dan mukminat
dari api neraka, wahai Dia yang Maha Dermawan dan Mahamulia.
· Membaca doa ma`tsur dari Ahlubait Nabi as:
اَللّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي يُمْشَى بِهِ عَلَى ظُلَلِ الْمَاءِ
كَمَا يُمْشَى بِهِ عَلَى جُدَدِ اْلأَرْضِ، وَأَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ
الَّذِي يَهْتَزُّ لَهُ عَرْشُكَ، وَأَسْئَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي
تَهْتَزُّ لَهُ أَقْدَامُ مَلاَئِكَتِكَ، وَأَسْئَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي
دَعَاكَ بِهِ مُوْسى مِنْ جَانِبِ الطُّوْرِ فَاسْتَجَبْتَ لَهُ،
وَأَلْقَيْتَ عَلَيْهِ مَحَبَّةً مِنْكَ، وَأَسْئَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي
غَفَرْتَ بِهِ لِمُحَمَّدٍ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ) مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وَأَتْمَمْتَ عَلَيْهِ نِعْمَتَكَ أَنْ
تَفْعَلَ بِي
allâhumma innî as`aluka bismikal ladzî yumsyâ bihi ‘ala dhulalil
mâ`(i), kama yumsyâ bihi ‘ala judadil ardhi, wa as`aluka bismikal ladzî
yahtazzu lahu ‘arsyuka, wa as`aluka bismikal ladzî tahtazzu lahu aqdâmu
malâ`ikatika, wa as`aluka bismikal ladzî da’âka bihi mûsa min jânibith
thûri fas tajabta lahu, wa alqayta ‘alayhi mahabbatan minka, wa as`aluka
bismikal ladzî ghafarta bihi li muhammadin (shallallâhu ‘alayhi
wa âlihi) ma taqaddama min dzanbihi wa ma ta`akhkhara, wa atmamta
‘alayhi ni’mataka an taf’ala bî …
Mohonlah hajat Anda kepada Allah Swt.
Ya
Allah, aku bermohon pada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya air mengalir,
yang dengannya pula (makhluk-Mu) berjalan di atas bumi-Mu; aku bermohon
pada-Mu dengan nama-Mu yang karenanya ‘Arasy-Mu bergoncang; aku
bermohon pada-Mu dengan nama-Mu yang karenanya kaki-kaki malaikat-Mu
bergetar; aku bermohon pada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya Musa
menyeru-Mu dari sebelah kanan bukit Thur, maka Kauijabahi ia, Aku telah
melimpahkan kepadanya kasih sayang yang datang dari-Mu; aku bermohon
pada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya Engkau telah ampuni untuk Muhammad
(saw) dari dosanya, baik masa yang lalu maupun mendatang, dan Engkau
telah sempurnakan nikmat-Mu padanya, lakukanlah apa yang layak untukku …
· Disunahkan juga ketika saat thawaf membaca:
اَللّهُمَّ إِنِّي إِلَيْكَ فَقِيْرٌ، وَإِنِّي خَائِفٌ مُسْتَجِيْرٌ، فَلاَ تُغَيِّرْ جِسْمِي، وَلاَ تُبَدِّلْ إِسْمِي.
allâhumma innî ilayka faqîr(un), wa innî khâ`ifun mustajîr(un), fala tughayyir jismî, wala tubaddil ismî.
Ya
Allah, sesungguhnya hanya kepada-Mu aku ini fakir (membutuhkan), takut,
dan mohon keselamatan, maka jangan Kauubah tubuhku dan jangan Kauganti
namaku.
· Berkata Imam Shadiq as: “Bacalah lafaz berikut pada saat berada di antara rukun dan Hajar Aswad:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
rabbanâ âtinâ fid dunyâ hasanatan wa fil âkhirati hasanatan wa qinâ ‘adzâban nâr(i)
Tuhan kami, berilah kami di dunia ini kebaikan dan di akhirat juga kebaikan, dan bebaskan kami dari azab neraka.
· Setiap
kali menyelesaikan satu putaran dan sampai pada pintu Ka’bah
bershalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, lalu berdoa:
سَائِلُكَ
فَقِيْرُكَ مِسْكِيْنُكَ بِبَابِكَ، فَتَصَدَّقْ عَلَيْهِ بِالْجَنَّةِ،
اَللّهُمَّ الْبَيْتُ بَيْتُكَ، وَالْحَرَمُ حَرَمُكَ، وَالْعَبْدُ
عَبْدُكَ، وَهذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ الْمُسْتَجِيْرِ بِكَ مِنَ
النَّارِ، فَأَعْتِقْنِي وَوَالِدَيَّ وَأَهْلِيْ وَوُلْدِي وَإِخْوَانِي
الْمُؤْمِنِيْنَ مِنَ النَّارِ، يَاجَوَادُ كَرِيْمُ
· Ketika sampai pada maqam Ibrahim, ucapkanlah:
اَللّهُمَّ
أَعْتِقْ رَقَبَتِي مِنَ النَّارِ، وَوَسِّعْ عَلَيَّ مِنْ الِّرزْقِ
الْحَلاَلِ وَادْرَأْ عَنِّي شَرَّ فَسَقَةِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ،
وَفَسَقَةِ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ.
allâhumma a’tiq raqabatî minan nâr(i), wa wassi’ ‘alayya minar rizqil halâli, wad ra` ‘annî syarra fasaqatil ‘arabi wal ‘ajami, wa fasaqatil jinni wal insi.
Ya
Allah, bebaskanlah daku dari siksa api neraka, luaskan untukk rejeki
yang halal, tolaklah dariku kejahatan orang Arab dan bukan Arab, jin dan
manusia.
· Diriwayatkan
bahwa Imam As-Sajjad as ketika thawaf sampai pada Hijir Ismail, beliau
mengangkat kepalanya dan memandang ke Mizab (talang) seraya berdoa:
اَللّهُمَّ
أَدْخِلْنِي الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِكَ، وَأَجِرْنِي بِرَحْمَتِكَ مِنَ
النَّارِ، وَعَافِنِي مِنَ السُّقْمِ، وَأَوْسِعْ عَلَيَّ مِنْ الِّرزْقِ
الْحَلاَلِ، وَادْرَأْ عَنِّي شَرَّ فَسَقَةِ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ وَشَرَّ
فَسَقَةِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ.
allâhumma adkhilnîl jannata bi rahmatika, wa ajirnî bi rahmatika minan nar(i), wa ‘âfini minas suqmi, wa awsi’ ‘alayya minar rizqil halâli, wad ra` ‘annî syarra fasaqatil jinni wal insi, wa syarra fasaqatil ‘arabi wal ‘ajami.
Ya
Allah, masukkan aku ke sorga dengan rahmat-Mu, dan dengan rahmat-Mu
pula selamatkan aku dari siksa neraka, selamatkan daku dari segala
penyakit, luaskan untukk rejeki yang halal, tolaklah dariku kejahatan
jin dan manusia, dan kejahatan orang Arab maupun bukan Arab.
· Disunahkan bila usai dari Hijir dan sampai di belakang Ka’bah, berdoa:
يَا ذَا الْمَنِّ وَالطَّوْلِ، يَا ذَا الْجُوْدِ وَالْكَرَمِ، إِنَّ عَمَلِي ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْهُ لِي وَتَقَبَّلْهُ مِنِّي، إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
ya
dzal manni wath thawli, ya dzal jûdi wal karami, inna ‘amalî dha’îfun
fa dha’ifhu lî, wa taqabbalhu minnî, innaka antas samî’ul ‘alîm(u).
Wahai
Pemilik Karunia dan Pemberian, Wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.
Sesungguhnya amalku sedikit, maka lipatkanlah untukku dan terimalah
amalan dariku ini. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengeta-
hui.
· Apabila sampai pada rukun Yamani, mengangkat kedua tangan dan berdoa dengan doa yang dibaca Abul Hasan Ar-Ridha as:
يَا
اللهُ يَا وَلِيَّ الْعَافِيَةِ، وَرَازِقَ الْعَافِيَةِ، وَخَالِقَ
الْعَافِيَةِ، وَالْمُنْعِمُ بِالْعَافِيَةِ، وَالْمَنَّانُ
بِالْعَافِيَةِ، وَالْمُتَفَضِّلُ بِاْلعَافِيَةِ عَلَيَّ وَعَلَى جَمِيْعِ
خَلْقِكَ، يَا رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَرَحِيْمَهُمَا، صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَارْزُقْنَا الْعَافِيَةَ، وَتَمَامَ
الْعَافِيَةِ، وَشُكْرَ الْعَافِيَةِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
yâ
allâhu yâ waliyyal âfiyah, wa râziqal ‘afiyah, wa khâliqal ‘âfiyah, wal
mun’imu bil ‘âfiyah, wal mannânul bil ‘âfiyah, wal mutafadhdhilu bil
‘âfiyah, ‘alayya wa ‘ala jamî’i khalqika, yâ rahmânad dunya wal âkhirati wa rahîmahuma, shalli ‘alâ muhammadin wa âli muhammd(in), war zuqnal ‘âfiyata, wa tamamal ‘afiyah, wa syukral ‘âfiyah, fid dunya wal âkhirati, yâ arhamar râhimîn(a).
Ya
Allah, wahai Pemilik kesejahteraan, wahai Pemberi kesejahteraan, wahai
Pencipta kesejahteraan, wahai Dia Yang Mengaruniai kesejahte-raan, wahai
Yang Menganugerahi kesejahteraan, wahai Dia Yang Melimpahkan
kesejahteraan padaku dan pada seluruh makhluk-Mu, wahai Yang Merahmati
dunia dan akhirat, rahmatilah keduanya. Sampaikan shalawat atas Muhammad
dan keluarga Muhammad. Limpahilah kami kesejahteraan yang sempurna, dan
mensyukuri kesejahteraan di dunia dan akhirat. Wahai Yang Maha Pengasih
dari semua yang mengasihi.
· Kemudian memandang dan menatap ke arah Ka’bah seraya berdoa:
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي شَرَّفَكِ وَعَظَّمَكِ، وَالْحَمْدُ للهِ الَّذِي بَعَثَ
مُحَمَّدًا نَبِيًّا وَعَلِيًّا إِمَامًا، اَللّهُمَّ اهْدِ لَهُ خِيَارَ
خَلْقِكَ وَجَنِّبْهُ شِرَارَ خَلْقِكَ.
alhamdulillâhil ladzî syarrafaki wa ‘adhdhamaki, wal hamdulillâhil ladzî ba’atsa muhammadan nabiyyan wa ‘aliyyan imâman, allâhummahdi lahu khiyâra khalqika wa jannibhu syirâra khalqika.
Segala
puji bagi Allah yang telah memuliakanmu dan mengagungkanmu. Puji-pujian
bagi Allah yang telah mengutus Muhammad sebagai nabi dan Ali sebagai
imam. Ya Allah, bimbinglah ia sebagai pilihan makhluk-Mu dan jauhkanlah
ia dari kejahatan makhluk-Mu.
Doa Setiap Putaran Thawaf
(1)
Putaran Pertama:
اَللّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي يُمْشَى بِهِ عَلَى ظُلَلِ الْمَاءِ
كَمَا يُمْشَى بِهِ عَلَى جُدَدِ اْلأَرْضِ، وَأَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ
الَّذِي يَهْتَزُّ لَهُ عَرْشُكَ، وَأَسْئَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي
تَهْتَزُّ لَهُ أَقْدَامُ مَلاَئِكَتِكَ، وَأَسْئَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي
دَعَاكَ بِهِ مُوْسى مِنْ جَانِبِ الطُّوْرِ فَاسْتَجَبْتَ لَهُ،
وَأَلْقَيْتَ عَلَيْهِ مَحَبَّةً مِنْكَ، وَأَسْئَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي
غَفَرْتَ بِهِ لِمُحَمَّدٍ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ) مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وَأَتْمَمْتَ عَلَيْهِ نِعْمَتَكَ أَنْ
تَفْعَلَ بِي
allâhumma innî as`aluka bismikal ladzî yumsyâ bihi ‘ala dhulalil
mâ`(i), kama yumsyâ bihi ‘ala judadil ardhi, wa as`aluka bismikal ladzî
yahtazzu lahu ‘arsyuka, wa as`aluka bismikal ladzî tahtazzu lahu aqdâmu
malâ`ikatika, wa as`aluka bismikal ladzî da’âka bihi mûsa min jânibith
thûri fas tajabta lahu, wa alqayta ‘alayhi mahabbatan minka, wa as`aluka
bismikal ladzî ghafarta bihi li muhammadin (shallallâhu ‘alayhi
wa âlihi) ma taqaddama min dzanbihi wa ma ta`akhkhara, wa atmamta
‘alayhi ni’mataka an taf’ala bî …
Ya
Allah, aku bermohon pada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya air mengalir,
yang dengannya pula (makhluk-Mu) berjalan di atas bumi-Mu; aku bermohon
pada-Mu dengan nama-Mu yang karenanya ‘Arasy-Mu bergoncang; aku
bermohon pada-Mu dengan nama-Mu yang karenanya kaki-kaki malaikat-Mu
bergetar; aku bermohon pada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya Musa
menyeru-Mu dari sebelah kanan bukit Thur, maka Kauijabahi ia, Aku telah
melimpahkan kepadanya kasih sayang yang datang dari-Mu; aku bermohon
pada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya Engkau telah ampuni untuk Muhammad
(saw) dari dosanya, baik masa yang lalu maupun mendatang, dan Engkau
telah sempurnakan nikmat-Mu padanya, lakukanlah apa yang layak untukku …
· Sebelum melanjutkan putaran kedua, mohonlah hajat Anda kepada Allah Swt dunia dan akhirat.
(2)
Putaran Kedua:
اَللّهُمَّ إِنِّي إِلَيْكَ فَقِيْرٌ، وَإِنِّي خَائِفٌ مُسْتَجِيْرٌ، فَلاَ تُغَيِّرْ جِسْمِي، وَلاَ تُبَدِّلْ إِسْمِي.
allâhumma innî ilayka faqîr(un), wa innî khâ`ifun mustajîr(un), fala tughayyir jismî, wala tubaddil ismî.
Ya
Allah, sesungguhnya hanya kepada-Mu aku ini fakir (membutuhkan), dan
sungguh aku takut dan mohon keselamatan, maka jangan Kauubah tubuhku dan
jangan Kauganti namaku.
· Juga mengucapkan:
سَائِلُكَ
فَقِيْرُكَ مِسْكِيْنُكَ بِبَابِكَ، فَتَصَدَّقْ عَلَيْهِ بِالْجَنَّةِ،
اَللّهُمَّ الْبَيْتُ بَيْتُكَ، وَالْحَرَمُ حَرَمُكَ، وَالْعَبْدُ
عَبْدُكَ، وَهذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ الْمُسْتَجِيْرِ بِكَ مِنَ
النَّارِ، فَأَعْتِقْنِي وَوَالِدَيَّ وَأَهْلِيْ وَوُلْدِي وَإِخْوَانِي
الْمُؤْمِنِيْنَ مِنَ النَّارِ، يَاجَوَادُ كَرِيْمُ
sâ`iluka faqîruka miskînuka bi bâbika, fa tashaddaq ‘alayhi bil jannati, allâhumma albaytu baytuka, wal haramu haramuka,
wal ‘abdu ‘abduka, wa hâdza maqâmul ‘â`idzi bikal mustajîri bika minan
nâr(i), fa a’tiqnî wa wâlidayya wa ahlî wa wuldî wa ikhwânil mu`munîna
minan nâr(i), ya jawâdu karîm(u).
Hamba
yang fakir dan miskin, kini berdiri di depan pintu-Mu memohon
kepada-Mu, maka berilah kepadanya sorga-Mu. Ya Allah, rumah ini adalah
rumah-Mu, Haram ini adalah Haram-Mu, dan hamba ini juga hamba-Mu, dan
maqam ini adalah tempat bagi siapa saja yang berlindung dan mohon
keselamatan kepada-Mu dari siksa neraka, maka bebaskan aku, kedua orang
tuaku, keluargaku, anak-anakku dan semua saudaraku mukmin dan mukminat
dari api neraka, wahai yang Maha Dermawan dan Mahamulia.
(3)
Putaran Ketiga:
اَللّهُمَّ
أَدْخِلْنِي الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِكَ، وَأَجِرْنِي بِرَحْمَتِكَ مِنَ
النَّارِ، وَعَافِنِي مِنَ السُّقْمِ، وَأَوْسِعْ عَلَيَّ مِنْ الِّرزْقِ
الْحَلاَلِ، وَادْرَأْ عَنِّي شَرَّ فَسَقَةِ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ وَشَرَّ
فَسَقَةِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ.
allâhumma adkhilnîl jannata bi rahmatika, wa ajirnî bi rahmatika minan nar(i), wa ‘âfini minas suqmi, wa awsi’ ‘alayya minar rizqil halâli, wad ra` ‘annî syarra fasaqatil jinni wal insi, wa syarra fasaqatil ‘arabi wal ‘ajami.
Ya
Allah, masukkan aku ke sorga dengan rahmat-Mu, dan dengan rahmat-Mu
pula selamatkan aku dari siksa neraka, selamatkan daku dari segala
penyakit, luaskan untukk rejeki yang halal, tolaklah dariku kejahatan
jin dan manusia, dan kejahatan orang Arab maupun bukan Arab.
· Kemudian membaca doa berikut:
يَا
ذَا الْمَنِّ وَالطَّوْلِ، يَا ذَا الْجُوْدِ وَالْكَرَمِ، إِنَّ عَمَلِي
ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْهُ لِي وَتَقَبَّلْهُ مِنِّي، إِنَّكَ أَنْتَ
السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
ya
dzal manni wath thawli, ya dzal jûdi wal karami, inna ‘amalî dha’îfun
fa dha’ifhu lî, wa taqabbalhu minnî, innaka antas samî’ul ‘alîm(u).
Wahai
Pemilik Karunia dan Pemberian, Wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.
Sesungguhnya amalku sedikit, maka lipatkanlah ia untukku dan terimalah
amalan dariku ini. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
(4)
Putaran Keempat:
يَا
اللهُ يَا وَلِيَّ الْعَافِيَةِ، وَرَازِقَ الْعَافِيَةِ، وَخَالِقَ
الْعَافِيَةِ، وَالْمُنْعِمُ بِالْعَافِيَةِ، وَالْمَنَّانُ
بِالْعَافِيَةِ، وَالْمُتَفَضِّلُ بِاْلعَافِيَةِ عَلَيَّ وَعَلَى جَمِيْعِ
خَلْقِكَ، يَا رَحْمنَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَرَحِيْمَهُمَا، صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَارْزُقْنَا الْعَافِيَةَ، وَدَوَامَ
الْعَافِيَةِ، وَتَمَامَ الْعَافِيَةِ، وَشُكْرَ الْعَافِيَةِ فِي
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
yâ
allâhu yâ waliyyal âfiyah, wa râziqal ‘afiyah, wa khâliqal ‘âfiyah, wal
mun’imu bil ‘âfiyah, wal mannânul bil ‘âfiyah, wal mutafadhdhilu bil
‘âfiyah, ‘alayya wa ‘ala jamî’i khalqika, yâ rahmânad dunya wal âkhirati wa rahîmahuma, shalli ‘alâ muhammadin wa âli muhammd(in), war zuqnal ‘âfiyata, wa dawâmal ‘âfiyah, wa tamamal ‘afiyah, wa syukral ‘âfiyah, fid dunya wal âkhirati, yâ arhamar râhimîn(a).
Ya
Allah, wahai Pemilik kesejahteraan, wahai Pemberi kesejahteraan, wahai
Pencipta kesejahteraan, wahai Dia Yang Mengaruniai kesejahteraan, wahai
Yang Menganugerahi kesejahteraan, wahai Dia Yang Melimpahkan
kesejahteraan padaku dan pada seluruh makhluk-Mu, wahai Yang Merahmati
dunia dan akhirat, rahmatilah keduanya. Sampaikan shalawat atas Muhammad
dan keluarga Muhammad. Limpahilah kami kesejahteraan yang sempurna lagi
langgeng, dan mensyukuri kesejahteraan di dunia dan akhirat. Wahai Yang
Maha Pengasih dari semua yang mengasihi.
(5)
Putaran Kelima:
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي شَرَّفَكِ وَعَظَّمَكِ، وَالْحَمْدُ للهِ الَّذِي بَعَثَ
مُحَمَّدًا نَبِيًّا وَعَلِيًّا إِمَامًا، اَللّهُمَّ اهْدِ لَهُ خِيَارَ
خَلْقِكَ وَجَنِّبْهُ شِرَارَ خَلْقِكَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
alhamdulillâhil ladzî syarrafaki wa ‘adhdhamaki, wal ham-dulillâhil ladzî ba’atsa muhammadan nabiyyan, wa ‘aliyyan imâman, allâhummahdi lahu khiyâra khalqika wa jannibhu syirâra khalqika. rabbanâ âtinâ fid dunyâ hasanatan wa fil âkhirati hasanatan wa qinâ ‘adzâban nâr(i)
Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanmu dan menga --
gungkanmu.
Puji-pujian bagi Allah yang telah mengutus Muhammad sebagai nabi dan
Ali sebagai imam. Ya Allah, bimbinglah ia sebagai pilihan makhluk-Mu dan
jauhkanlah ia dari kejahatan makhluk-Mu. Tuhan kami, berilah kami di
dunia ini kebaikan dan di akhirat juga kebaikan, dan bebaskan kami dari
azab neraka.
(6)
Putaran Keenam:
اَللّهُمَّ
الْبَيْتُ بَيْتُكَ، وَالْعَبْدُ عَبْدُكَ، وَهذَا مَقَامُ الْعَائِذِ
بِكَ مِنَ النَّارِ، اَللّهُمَّ مِنْ قِبَلِكَ الرَّوْحُ وَالْفَرَجُ
وَالْعَافِيَةُ، اَللّهُمَّ إِنَّ عَمَلِي ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْهُ لِي،
وَاغْفِرْلِي مَا اطَّلَعْتَ عَلَيْهِ مِنِّي، وَخَفِيَ عَلَى خَلْقِكَ،
اَسْتَجِيْرُ بِاللهِ مِنَ النَّارِ.
allâhumma albaytu baytuka, wal haramu haramuka, wal ‘abdu ‘abduka, wa hâdza maqâmul ‘â`idzi bika minan nâr(i), allâhumma min qibalikar rawhu
wal faraju wal ‘âfiyah, allâhumma inna ‘amalî dha’îfun fa dhâ’ifhu lî,
waghfir lî math thala’ta ‘alayhi minnî, wa khafiya ‘ala khalqika,
astajîru billâhi minan nâr(i).
Ya
Allah, ini rumah adalah rumah-Mu, ini hamba adalah hamba-Mu, dan tempat
ini juga adalah tempat berlindung pada-Mu dari api neraka. Ya Allah,
sesungguhnya rahmat, keselamatan, dan kesejahteraan berasal dari
sisi-Mu. Ya Allah, sesungguhnya amalku ini amat sedikit, karena itu
lipatgandakanlah ia untukku, ampunilah semua dosaku yang telah
Kauketahui dan tidak diketahui oleh makhluk-Mu. Aku mohon pertolongan
pada-Mu dari siksa neraka.
(7)
Putaran Ketujuh:
اَللّهُمَّ
إِنَّ عِنْدِي أَفْوَاجًا مِنْ ذُنُوْبٍ، وَأَفْوَاجًا مِنْ خَطَايَا،
وَعِنْدَكَ أَفْوَاجٌ مِنْ رَحْمَةٍ، وَأَفْوَاجٌ مِنْ مَغْفِرَةٍ، يَا
مَنِ اسْتَجَابَ لأَبْغَضِ خَلْقِهِ إِذْ قَالَ: أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ
يُبْعَثُوْنَ، اِسْتَجِبْ لِي.
allâhumma inna ‘indî afwâjan min dzunûbin, wa afwâjan min khathâya, wa ‘indaka afwâjan min rahmatin, wa afwâjun min maghfiratin, yâ manis tajâba li abghadhi khalqihi idz qâla: andhirnî ila yawmi yub’atsûn(a), istajib lî.
Ya
Allah, sesungguhnya diriku ini terlumuri dosa-dosa dan kesalahan.
Sedangkan di sisi-Mu penuh dengan rahmat dan maghfirah. Wahai yang
mengijabahi kemurkaan makhluk-Nya ketika berkata: “Tangguhkanlah aku
hingga hari dibangkitkan, dan kabulkanlah permohonanku.”
· Kemudian
mohonlah hajat Anda. Perbanyaklah berdoa, pengakuan dosa-dosa yang kita
perbuat, dan mohonlah ampunan Allah, Dia akan mengampunimu, Insya
Allah. Ketika sampai di Hijir Ismail, berdoalah dengan doa yang
diriwayatkan Muawiyah bin Ammar
dari Abu Abdillah Ash-Shadiq as:
اَللّهُمَّ فََنَعِّمْنِي بِمَا رَزَقْتَنِي، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا آتَيْتَنِي.
allâhumma fa na’’imnî bima razaqtanî, wa bârik lî fîma âtaytanî.
Ya Allah, puaskanlah hatiku dengan apa saja yang Kaurizkikan untukku, serta berkatilah semua yang Kauberikan padaku.
3. SHALAT THAWAF
Setelah usai melakukan thawaf, wajib melaksanakan shalat thawaf
dua rakaat di Masjidil Haram dekat maqam Ibrahim. Afdhalnya, jika
memungkinkan dilakukan di belakang maqam Ibrahim. Adapun bacaan
surahnya: rakaat pertama dan kedua setelah surah al-Fâtihah diperbolehkan membaca surah apa saja selain surah-surah ‘Azâ`im (surah al-Qur`an yang ada perintah wajib sujud). Afdhalnya, pada rakaat pertama setelah al-Fâtihah membaca qul huwallâhu ahad; rakaat kedua setelah al-Fâtihah surah qul yâ ayyuhal kâfirûn. Sedangkan lafaz niatnya:
أُصَلِّي رَكْعَتْي الطَّوَافِ لِعُمْرَةِ التَّمَتُّعِ (لِحَجِّ اْلإِسْلاَمِ) قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى.
ushalli rak’atayth thawâfi li ‘umratit tamattu’i (li hajjil islâmi) qurbatan ilallâhi ta’âla.
Saya shalat tawaf umrah tamattu’ dua rakaat untuk menyem-purnakan haji Islam guna mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
· Kemudian
setelah salam, hendaknya memuji dan me-nyanjung Allah Swt serta
bershalawat dan salam kepada Rasulullah serta keluarganya. Lantas
memohon kepada Allah Ta’ala agar dikabulkan doanya:
اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي وَلاَ تَجْعَلْهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنِّي، اَلْحَمْدُ للهِ بِمَحَامِدِهِ كُلِّهَا عَلَى نَعْمَائِهِ كُلِّهَا حَتَّى يَنْتَهِيَ الْحَمْدُ إِلَى مَا يُحِبُّ وَيَرْضَى، اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَطَهِّرْ قَلْبِي وَزَكِّ عَمَلِي.
allâhumma taqabbal minnî wala taj’alhu âkhir ‘ahdi minnî, alhamdu lillâhi bi mahâmidihi kullihâ, ‘ala na’mâ`ihi kullihâ hatta yantahiyal hamdu ila mâ yuhibbu wa yardhâ, allâhumma shalli ‘ala muhammadin wa âli muhammadin, wa taqabbal minnî wa thahhir qalbî wa zakki ‘amalî.
Ya
Allah, terimalah amal ibadahku, dan janganlah Kaujadikan ini sebagai
saat perjumpaanku yang terakhir denganku. Segala puji bagi Allah, sesuai
dengan segala sifat terpuji-Nya; atas segala nikmat yang
dikaruniakannya sampai berakhir seluruh pujian, sehingga Tuhanku suka
dan ridha. Ya Allah, limpahkan shalawat untuk Muhammad dan keluarganya.
Terimalah amal ibadahku, sucikan hatiku, dan bersihkan amalku (dari
penyakit hati).
· Dalam riwayat lain:
اَللّهُمَّ
ارْحَمْنِي بِطَاعَتِي إِيَّاكَ، وَطَاعَةِ رَسُوْلِكَ (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ)، اَللّهُمَّ جَنِّبْنِي أَنْ أَتَعَدَّى
حُدُوْدَكَ، وَاجْعَلْنِي مِمَّنْ يُحِبُّكَ، وَيُحِبُّ رَسُوْلَكَ،
وَمَلآئِكَتَكَ وَعِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.
allâhummar hamnî bi thâ’atî iyyâka, wa thâ’ati rasûlika (shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa sallama), allâhumma jannibnî an ata’addâ hudûdaka, waj’alnî mimman yuhibbuka, wa yuhibbu rasûlaka, wa malâ`ikataka wa ‘ibâdakash shâlihûn-(a)
Ya
Allah, rahmatilah aku karena ketaatanku pada-Mu dan rasul-Mu saw. Ya
Allah, hindarilah aku dari melanggar hukum-hukum-Mu. Jadikanlah aku dari
orang yang mencintai-Mu, rasul-Mu, malaikat-Mu, dan hamba-hamba-Mu yang
saleh.
· Diriwayatkan bahwa Imam Shadiq as setelah usai melakukan shalat thawaf beliau bersujud seraya mengucapkan:
سَجَدَكَ وَجْهِي تَعَبُّدًا وَرِقًّا، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ حَقًّا حَقًّا،
اَلأَوَّلُ
قَبْلَ كُلِّ شَيْئٍ، وَاْلآخِرُ بَعْدَ كُلِّ شَيْئٍ، وَهَا أَنَا ذَا
بَيْنَ يَدَيْكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ فَاغْفِرْلِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ
الذَّنْبَ الْعَظِيْمَ غَيْرُكَ، فَإِنِّي مُقِرٌّ بِذُنُوْبِي عَلَى
نَفْسِي وَلاَ يَدْفَعُ الذَّنْبَ الْعَظِيْمَ غَيْرُكَ.
sajada wajhî ta’abbudan wa riqqan, lâ ilâha illa anta haqqa haqqa,
al-awwalu qabla kulli syay-in, wal-âkhiru ba’da kulli syay-in, wa ha
ana dza bayna yadayka, nâshiyatî bi yadika fagh fir lî fa innahu lâ
yaghfirudz dzanbal ‘adhîma ghayruka, fa innî muqirrun bi dzunûbî ‘ala nafsî wala yadfa’udz dzanbal ‘adhima ghayruka.
Kini
wajahku bersimpuh dan bersujud demi ibadah dan penghambaan diriku
kepada-Mu, tiada Tuhan selain Engkau yang benar-benar haqq. Dialah Yang
Awal sebelum segala sesuatu, dan Yang Akhir setelah segala sesuatu.
Inilah aku, berdiri di hadapan-Mu yang ubun-ubunku berada di
genggaman-Mu. Ampunilah aku, karena tiada yang mengampuni dosa besar
kecuali Engkau. Sesungguhnya aku selalu menodai diriku sendiri, dan
tiada yang menangkal dosa-dosa besar kecuali Engkau.
4. SA’I
Niat sa’i
أَسْعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ لِعُمْرَةِ التَّمَتُّعِ
(لِحَجِّ اْلإِسْلاَمِ) قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى.
as’â baynash shafâ wal marwata sab’ata asywâthin li ‘umratit tamattu’i (li hajjil islâmi) qurbatan ilallâhi ta’âla.
Saya
sa’i (umrah tamattu’) antara Shafa dan Marwah tujuh kali untuk
menyempurnakan haji Islam guna mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
1. Jika
memungkinkan sebelum keluar ke Shafa hendaknya mencium Hajar Aswad dan
mengusapnya dengan telapak tangan. Jika tidak, cukup menghadap ke arah
Hajar Aswad dan mengisyaratkan dengan tangannya lalu menciumnya.
2. Setelah
itu dan sebelum menuju ke Shafa, jika memungkinkan menuju sumur zamzam
untuk meminumnya dan menyiramkannya pada kepala, punggung dan dada
sambil menghadap ke Ka’bah dan berdoa:
اَللّهُمَّ اجْعَلْهُ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا وَاسِعًا، وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ وَسُقْمٍ.
allâhummaj ‘alhu ‘ilman nâfi’an, wa rizqan wâsi’an, wa syifâ`an min kulli dâ`in wa suqmin.
Ya Allah, jadikanlah air ini sebagai ilmu yang bermanfaat, rejeki yang luas, dan obat penawar dari segala penyakit.
Adalah Abul Hasan as berkata: “Apabila Anda minum air zamzam, ucapkanlah:
بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ والشُّكْرُ للهِ
bismillâhi, wal hamdu lillâh(i) wasy sykru lillâh(i)
Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah,
dan bersyukur kepada Allah.
Al-Bihâr mengutip hadis dari kitab Al-Khishâl yang meriwayatkan hadis Abu Abdillah as bersabda: “Nama-nama air zamzam adalah: rakdhah Jibrail, huwayrah Ismail, huwayrah Abdulmuththalib, zamzam, barrah, al-Madhmûnah, ar-Ruwâ`, syab’ah, tha’âm muth’am, syifâ` suqmin.
Disebutkan dalam kitab Al-Mahâsin yang meriwayatkan hadis dari Nabi saw: “Air zamzam adalah obat penawar bagi yang meminumnya.”
3. Kemudian
keluar menuju Shafa melalui pintu di mana Rasulullah saw keluar
darinya, yaitu pintu yang menghadap ke Hajar Aswad. Sekarang pintu itu
dinamakan pintu Shafa.
4. Di
saat keluar menuju Shafa berjalan dengan tenang dan merendah hati.
Lalu, jika memungkinkan naik ke bukit Shafa sehingga melihat bangunan
Ka’bah dan menghadap ke Rukun di mana Hajar Aswad diletakkan.
5. Dianjurkan
memperpanjang wukuf (berdiri) di atas bukit Shafa. Diriwayatkan Imam
Ja’far Ash-Shadiq as bersabda: “Barangsiapa yang ingin dilimpahi banyak
harta, maka memperpanjang wukuf di atas bukit Shafa dan Marwah dengan
mengingat berbagai kenikmatan dan karunia, cobaan serta kebaikan-Nya
yang dilimpahkan Allah Ta’ala kepada kita. Kemudian sambil menghadap ke
Ka’bah mengucapkan:
الله أَكْبَرُ (×7)
اَلْحَمْدُ لله (×7)
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ (×7)
لاَ
إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ، يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ، وَيُمِيْتُ وَيُحْيِي، وَهُوَ حَيٌّ لاَ
يَمُوْتُ، بِيَدِهِ اْلخَيْرِ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ (×3)
lâ ilâha illallâh(u), wahdahu lâ syarîka lah(u), lahul mulku wa lahul hamd(u), yuhyî wa yumît(u), wa yumîtu wa yuhyî, wa huwa hayyun lâ yamût(u), bi yadihil khayr(u), wa huwa ‘alâ kulli syay-in qadîr(un) – 3x
Tidak
ada Tuhan kecuali Allah, Tuhan yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan
kepunyaan-Nyalah semua kerajaan, dan bagi-Nya-lah segala pujian. Dia-lah
yang menghidupkan dan mematikan, mematikan dan menghidupkan. Dan
Dia-lah yang hidup dan tidak mati. Di tangan-Nya-lah terhimpun segala
kebaikan, dan Dia-lah yang Mahakuasa atas segala sesuatu.
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ (×1)
allâhumma shalli ‘alâ muhammadin wa âli muhammad(in)
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad
dan keluarga Mu-hammad.
اللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا، اَلْحَمْدُ للهِ عَلَى مَا أَوْلاَنَا، وَالْحَمْدُ للهِ الْحَيِّ الْقَيُّوْمِ، وَالْحَمْدُ للهِ الْحَيِّ الدَّائِمِ (×3)
allâhu akbar(u) ‘ala ma hadânâ, alhamdu lillâhi ‘ala ma awlânâ, wal hamdu lillâhil hayyil qayyûm(i), wal hamdu lillâhil hayyid dâ`im(i) – 3x
Allahu Akbar,
Mahabesar Allah yang telah memberi kami petunjuk, segala puji bagi
Allah yang telah melindungi kami, segala puji bagi Allah yang Hidup
kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya, segala puji bagi Allah
yang Mahahidup abadi selama-lamanya.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ (×3)
asyhadu an lâ ilâha illallâhu wahdahu lâ syarîka lah(u), wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasûluh(u), lâ na’budu illa iyyâhu mukhlishîna lahud dîn(a), walaw karihal musyrikûn(a) – 3x
Aku
bersaksi tiada Tuhan kecuali Allah, yang Mahaesa, tiada sekutu
bagi-Nya; dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya,
kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, hanya kepada-Nya kami tujukan
ibadat kami, sekalipun orang-orang musyrik tidak menyukai.
اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْئَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ، وَالْيَقِيْنَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ (×3)
allâhumma innî as`alukal ‘afwa wal ‘âfiyah, wal yaqîna fid dunya wal âkhirah – 3x
Ya Allah aku bermohon pada-Mu ampunan, kesejahteraan, dan keyakinan di dunia dan akhirat.
اللّهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (×3)
allâhumma âtinâ fid dunya hasanatan wa fil âkhirati hasanatan wa qinâ ‘adzâban nar(i) – 3x
Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.
اَللهُ أَكْبَرُ (×100)
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ (×100)
اَلْحَمْدُ للهِ (×100)
سُبْحَانَ اللهِ (×100)
allahu akbar(u) – 100x
lâilaha illallâh(u) – 100x
alhamdu lillâh(i) – 100x
subhânallâh(i) – 100x
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدُهُ، وَغَلَبَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، فَلَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَحْدَهُ، اَللّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي الْمَوْتِ وَفِيْمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ ظُلُمَاتِ الْقَبْرِ وَوَحْشَتِهِ، اَللّهُمَّ أَظِلَّنِي فِي ظِلِّ عَرْشِكَ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّكَ.
lâilâha illallâhu wahdahu wahdahu, anjaza wa’dahu, wa nashara ‘abdahu, wa ghalabal ahzâba wahdahu, fa lahulmulku wa lahul hamdu wahdahu, allâhumma bârik lî fil mawti wa fîma ba’dal mawt(i), allâhumma innî a’ûdzu bika min dhulumâtil qabri wa wahsyatihi, allâhumma adhillanî fî dhilli ‘arsyika yawma lâ dhilla illa dhilluka.
Tidak ada Tuhan kecuali Allah, Yang Mahaesa Yang Mahaesa; Yang telah memenuhi janji-Nya; Yang telah menolong hamba-Nya dan
Yang -- Ia sendiri – memukul mundur pasukan Ahzab. Dan kepunyaan-Nyalah
semua kerajaan, dan bagi-Nyalah segala pujian, Allah Yang Mahaesa. Ya
Allah, berkatilah daku saat kematian dan setelah kematian. Ya Allah,
sesungguhnya aku mohon perlindungan-Mu dari kegelapan kuburku dan
kengeriannya. Ya Allah, naungilah aku dalam naungan Arasy-Mu yang pada
hari itu tiada naungan kecuali naungan-Mu.
6. Dianjurkan
di saat berdiri di Shafa mengulang-ulang doa tersebut di bawah ini
karena di dalamnya mengandung pernyataan penitipan kepada Allah Ta’ala
atas agama, jiwa, keluarga dan harta, seperti:
أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنِي وَنَفْسِي وَأَهْلِي وَمَالِي
astawdi’ullâha dînî wa nafsî wa ahlî wa mâlî
Aku titipkan kepada Allah agamaku, jiwaku, keluargaku, dan hartaku.
· Kemudian mengucapkan:
أَسْتَوْدِعُ اللهَ الرَّحْمَنَ الرَّحِيْمَ، الَّذِي لاَ تَضِيْعُ وَدَائِعَهُ
دِيْنِي
وَنَفْسِي وَأَهْلِي وَمَالِي وَوُلْدِي، اَللّهُمَّ اسْتَعْمِلْنِي عَلَى
كِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ، وَتَوَفَّنِي عَلَى مِلَّتِهِ،
وَأَعِذْنِي مِنَ الْفِتْنَةِ.
اللهُ أَكْبَرُ (×3)
astawdi’ullâhar rahmanar rahîm(a),
alladzî lâ tadhî’u wada`i’ahu dînî wa nafsî wa ahlî wa mâlî wa wuldî,
allâhummas ta’milnî ‘ala kitâbika wa sunnati nabiyyika, wa tawaffanî
‘alâ millatihi, wa `a’idznî minal fitnati.
allâhu akbar(u) – 3x
Aku
titipkan kepada Allah Yang Mahakasih lagi Mahasayang yang tidak akan
menyiakan titipan-titipan agamaku, jiwaku, keluargaku hartaku, dan
anak-anakku. Ya Allah, bimbinglah aku untuk menjalankan kitab-Mu dan
sunnah nabi-Mu, matikan aku dalam agamanya, dan lindungilah aku dari
cobaan.
Allah Mahabesar 3x
7. Jika tidak memungkinkan membaca doa tersebut tiga kali, maka cukup sekali saja.
8. Menghadap ke arah Ka’bah dan membaca doa berikut sambil mengangkat kedua tangan:
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِي كُلَّ ذَنْبٍ أَذْنَبْتُهُ قَطُّ، فَإِنْ عُدْتُ فَعُدْ عَلَيَّ بِالْمَغْفِرَةِ، فَإِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، اَللّهُمَّ افْعَلْ بِي مَا أَنْتَ أَهْلُهُ، فَإِنَّكَ إِنْ تَفْعَلْ بِي مَا أَنْتَ أَهْلُهُ تَرْحَمْنِي، وَإِنْ تُعَذِّبْنِي فَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِي، وَأَنَا مُحْتَاجٌ إِلَى رَحْمَتِكَ، فَيَا مَنْ أَنَا مُحْتَاجٌ إِلَى رَحْمَتِهِ إِرْحَمْنِي،
allahummagh fir lî kulla dzanbin adznabtuhu qaththu, fa in ‘udtu fa ‘ud ‘alayya bil maghfirati, fa innaka antal ghafûrur rahîm(u), allâhummaf ‘al bî mâ anta ahluh(u), fa innaka in taf’al bî mâ anta ahluhu tarhamnî, wa in tu’adzdzibnî fa anta ghaniyyun ‘an ‘adzâbî, wa ana muhtâjun ilâ rahmatihi irhamnî.
Ya
Allah, ampunilah aku semua dosa yang pernah kuperbuat, jika aku kembali
maka kembalikan padaku dengan ampunan. Sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Allah, lakukanlah padaku apa yang
layak bagi-Mu, jika Engkau lakukan itu padaku, sayangilah aku, jika
Engkau mengazabku, maka Engkau berhak menga-zabku, sedangkan aku perlu
kepada rahmat-Nya, maka sayangilah aku.
اَللّهُمَّ
لاَ تَفْعَلْ بِي مَا أَنَا أَهْلُهُ، فَإِنَّكَ إِنْ تَفْعَلْ بِي مَا
أَنَا أَهْلُهُ تُعَذِّبْنِي، وَلَمْ تَظْلِمْنِي، أَصْبَحْتُ أَتَّقِي
عَدْلَكَ، وَلاَ أَخَافُ جَوْرَكَ، فَيَا مَنْ هُوَ عَدْلٌ لاَ يَجُوْرُ
إِرْحَمْنِي. يَا مَنْ لاَ يَخِيْبُ سَائِلُهُ، وَلاَ يَنْفَدُ نَائِلُهُ،
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَأَجِرْنِي مِنَ النَّارِ
بِرَحْمَتِكَ.
allâhumma lâ taf’al bî mâ ana ahluh(u), fa innaka in taf’al bî mâ ana ahluhu tu’adzdzibnî, wa lam tadhlimnî, ashbahtu attaqî ‘adlaka, walâ akhâfu jawraka, fayâ man huwa ‘adlun la yajûru irhamnî. yâ man lâ yakhîbu sâ`iluhu, walâ yanfadu nâ`iluhu, shalli ‘alâ muhammadin wa âli muhammad(in), wa ajirnî minan nâri bi rahmatik(a).
9. Berdoalah
untuk diri Anda sekehendakmu. Dan upayakan saat wukuf di atas Shafa
yang pertama lebih lama daripada wukuf berikutnya. Disebutkan dalam
sebuah hadis, siapa yang ingin dikarunia rejeki yang melimpah, maka
memperpanjang wukuf di atas Shafa.
10. Kemudian turun ke tangga keempat, dan wukuf lagi di situ seraya membaca doa berikut dengan mengha-dap ke arah Ka’bah:
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ، مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَفِتْنَتِهِ، وَغُرْبَتِهِ،
وَوَحْشَتِهِ، وَظُلْمَتِهِ، وَضِيْقِهِ، وَضَنْكِهِ، اَللّهُمَّ أَظِلَّنِي فِي ظِلِّ عَرْشِكَ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّكَ.
allâhumma innî a’ûdzu bika min ‘adzâbil qabri wa fitnatihi wa ghurbatihi wa wahsyatihi wa dhulmatihi, wa dhîqihi wa dhankihi, allâhumma adhillanî fi dhilli ‘arsyika yawma lâ dhilla illa dhilluka.
Ya
Allah, aku berlindung pada-Mu dari azab kubur, prahara kubur,
keterasingannya, kengeriannya, kegelapannya, kesempitannya, dan
kesulitannya. Ya Allah, lindungilah aku dengan lindungan Arasy-Mu pada
hari di mana tiada lindungan kecuali lindungan-Mu.
11. Kemudian turun, sementara (bagi laki-laki) menampakkan punggung belakang dan menuruni tangga Shafa seraya berdoa berikut ini:
يَا رَبَّ الْعَفْوِ، يَا مَنْ أَمَرَ بِالْعَفْوِ، يَا مَنْ هُوَ أَوْلَى بِالْعَفْوِ، يَا مَنْ يُثِيْبُ عَلَى الْعَفْوِ، اَلْعَفْوَ اَلْعَفْوَ اَلْعَفْوَ، يَاجَوَادُ، يَاكَرِيْمُ، يَا قَرِيْبُ، يَابَعِيْدُ، أُرْدُدْ عَلَيَّ نِعْمَتَكَ، وَاسْتَعْمِلْنِي بِطَاعَتِكَ وَمَرْضَاتِكَ.
ya rabbal ‘afwi, ya man amara bil ‘afwi, ya man huwa awla bil ‘afwi, ya man yutsîbu ‘alal ‘afwi, al-‘afwa al-‘afwa al-‘afwa, ya jawâdu, ya karîmu, ya qarîbu, ya ba’îdu, urdud ‘alayya ni’mataka, was ta’milni bi thâ’atika wa mardhâtika.
Wahai
Tuhan Pemaaf, wahai Dia yang memerintahkan untuk mohon maaf, wahai Dia
yang paling layak memaafkan, wahai Dia yang mengganjar yang meminta
maaf, maafkan, maafkan, maafkan daku. Wahai yang Maha Dermawan, wahai
yang Mahamulia, wahai yang Mahadekat, wahai yang Mahajauh, karuniakan
padaku atas nikmat-Mu, bimbinglah aku untuk mentaati-Mu dan menggapai
keridhaan-Mu.
12. Lalu
memulai sa’i menuju Marwah dengan berjalan sedang, tenang dan merendah
diri, sebagaimana dilakukan dalam tawaf. Setelah sampai koridor pertama,
sekarang ditandai dengan sinar warna hijau pada sisi kanan dari arah
Mas’a. Kemudian dari situ mulai harwalah (seperti onta berjalan
cepat) sampai pada koridor kedua yang bertanda hijau juga. Apabila
ditandu, maka disesuaikan dengan yang memandunya. Bagi wanita tidak berharwalah,
cukup berjalan biasa. Selanjutnya dari situ menuju ke Marwah, dan
dihitung satu kali. Demikian juga dilakukan serupa pada saat kembali
dari Marwah ke Shafa.
13. Berdoa ketika sampai pada koridor pertama:
بِسْمِ
اللهِ وَبِاللهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَأَهْلِ بَيْتِهِ، اَللّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَتَجَاوَزْ عَمَّا
تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ اْلأَعَزُّ اْلأَجَلِّ اْلأَكْرَمِ، وَاهْدِنِي
لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ، اَللّهُمَّ إِنَّ عَمَلِيَ ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْهُ
لِي، وَتَقَبَّلْهُ مِنِّي، اَللّهُمَّ لَكَ سَعْيِي، وَبِكَ حَوْلِي
وَقُوَّتِي، تَقَبَّلْ مِنِّي عَمَلِي، يَا مَنْ يَقْبَلُ عَمَلَ
الْمُتَّقِيْنَ.
bismillâhi wa billâhi wallâhu akbar(u), wa shallallâhu ‘alâ muhammadin wa ahli baytihi, allâhummagh fir war ham
wa tajâwaz ‘amma ta’lamu, innaka antal a’azzul ajallil akram(i), wah
dinî lillatî hiya aqwam(u), allâhumma inna ‘amalî dha’îfun fa dhâ’ifhu
lî, wa taqabbalhu minnî, allâhumma laka sa’yî, wa bika hawlî wa quwwatî, taqabbal minnî ‘amalî, ya man yaqbalu ‘amalal muttaqîn(a).
Dengan
nama Allah dan dengan perkenan Allah, Allah Mahabesar. Semoga Allah
melimpahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Ya Allah,
ampunilah segala dosaku, sayangilah aku. Maafkan aku dari apa yang
Engkau ketahui tentangku. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasan lagi
Mahamulia. Tunjukilah daku menuju jalan yang lurus. Ya Allah,
sesungguhnya amalku sedikit, lipatgandakanlah ia untukku, terimalah
semua amalku. Ya Allah, aku lakukan sa’i ini demi Engkau, daya dan
kekuatanku hanya berasal dari-Mu, terimalah amalku, wahai Dia yang
menerima amal orang-orang yang bertakwa.
14. Ketika meninggalkan kedua tempat tersebut lalu memutuskan harwalah untuk melanjutkan sa’i dengan tenang, merendah hati dan berdoa:
يَا
ذَاالْمَنِّ وَالْفَضْلِ وَالْكَرَمِ وَالنَّعْمَاءِ وَالْجُوْدِ،
إِغْفِرْلِي ذُنُوْبِي، إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
ya dzal manni wal fadhli wal karami wan na’ma`i wal jûdi, ighfir lî dzunûbî, innahu lâ yaghfirudz dzunûba illa anta.
Wahai
Pemilik karunia, keutamaan, kemuliaan, kenikmatan, dan kedermawanan,
ampunilah daku dari segala dosaku. Sesungguhnya tidak ada yang
mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.
15. Pabila
sampai di Marwah, lalu naik ke atasnya, dan lakukan sebagaimana yang
pernah dilakukan di atas Shafa seraya membaca doa seperti doa tersebut
di atas (no. 5 hal. 84-89). Mohonlah hajat Anda kepada Allah Swt, dan
ucapkanlah doa berikut ini:
اَللّهُمَّ
يَا مَنْ أَمَرَ بِالْعَفْوِ، يَا مَنْ هُوَ يُحِبُّ الْعَفْوَ، يَا مَنْ
يُعْطِي عَلَى الْعَفْوِ، يَا مَنْ يَعْفُوْ عَلَى الْعَفْوِ، يَا رَبَّ
الْعَفْوِ، اَلْعَفْوَ اَلْعَفْوَ اَلْعَفْوَ.
allâhumma yâ man amara bil ‘afwi, ya man huwa yuhibbul ‘afwa, yâ man yu’thî ‘alal ‘afwi, yâ man ya’fû ‘alal ‘afwi, yâ rabbal ‘afwi, al-‘afwa al-‘afwa al-‘afwa.
Ya
Allah, wahai Dia yang menyuruh untuk meminta maaf, wahai Dia yang suka
dimintai maaf, wahai Dia yang memberi maaf, wahai Dia yang memaafkan
pada orang yang meminta maaf, wahai Tuhan pemaaf, maafilah, maafilah,
maafilah daku.
16. Dianjurkan berupaya menangis, meratap dan mengiba-iba serta memperbanyak berdoa. Kemudian membaca doa berikut:
اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْئَلُكَ حُسْنَ الظَّنِّ بِكَ عَلَى كُلِّ حَالٍ،
وَصِدْقَ النِّيَّةِ فِي التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ.
allâhumma innî as`aluka husnadh dhanni bika ‘alâ kulli hâlin, wa shidqan niyyati fit tawakkuli ‘alayka.
Ya Allah, aku bermohon pada-Mu berbaik sangka pada-Mu atas segala keadaan, dan niat yang tulus dalam berserah diri pada-Mu.
17. Apabila lupa harwalah, maka di manapun Anda mengingatnya, kembali mundur ke tempat harwalah, dan dari situ memperbaiki harwalah.
5. TAHALLUL (TAQSHÎR)
1. Tahallul atau taqshîr adalah amalan kelima terakhir umrah tamattu’. Tahallul (taqshîr)
yaitu memotong atau menggunting sebagian kuku, rambut kepala, janggut
atau kumis. Waktunya setelah sa’i. Dan tidak harus segera dilakukan,
tetapi hal-hal yang diharamkan tetap belum dihalalkan selagi belum taqshîr.
2. Tidak ada batas tempat untuk melaksanakan taqshîr, namun yang sekarang ada adalah di Marwah setelah usai sa’i.
3. Setelah melakukan taqshîr,
maka selesailah sudah pelaksanaan serangkaian ibadah umrah tamattu’;
dan dihalalkan kembali segala yang tadinya diharamkan sepanjang waktu
umrah. Lain halnya dengan taqshîr atau halaq di
dalam rangkaian amalan haji tamattu’, maka akan dihalalkan kembali dari
selama berihram dalam haji tamattu’ setelah melakukan penyembe-lihan
hewan korban di hari Idul Adha.
Lafaz niat taqshîr:
أُقَصِّرُ لِلإِحْلاَلِ مِنْ إِحْرَامِ عُمْرَةِ التَّمَتُّعِ (لِحَجِّ اْلإِسْلاَمِ) لِوُجُوْبِهِ قُرْبَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى.
uqashshiru lil ihlâli min ihrâmi ‘umratit tamattu’i li hajjil islâmi li wujûbihi qurbatan ilallâhi ta’âla.
Saya
menggunting rambut (kuku/janggut/kumis) untuk menghalalkan diri dari
ihram umrah tamattu’ sebagai penyempurnaan haji Islam yang diwajibkan
guna mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Doa ketika taqshîr:
اَللّهُمَّ أَعْطِنِي بِكُلِّ شَعْرَةٍ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَحَسَنَاتٍ مُضَاعَفَاتٍ، وَكَفِّرْ عَنِّيَ السَّيِّئَاتِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
allâhumma a’thinî bi kulli sya’ratin nûran yawmal qiyâmati, wa hasanatin mudhâ’afâtin, wa kaffir ‘anniyas sayyi`âti, innaka ‘ala kulli syay-in qadîr(un).
Ya Allah, berikan untukku dari setiap rambut ini cahaya pada hari kiamat, kebaikkan yang berlipat ganda, dan hapuslah
0 komentar:
Posting Komentar